Jamuan Cinta untuk Teroris
Oleh:
Gede Prama
Kebanyakan orang
berbagi kesamaan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka mengusir jauh-jauh sesuatu
yang tak disenangi dan berebut sesuatu yang disenangi. Tidak saja dalam perang
dan perpecahan, tetapi hal itu terjadi juga dalam spiritualitas. Tuhan dan
orang suci disembah sedangkan setan dan pendosa dikutuk. Dan, sebagaimana telah
dicatat rapi oleh sejarah, cara ini tidak menjauhkan kita dari konflik dan
dukacita, tetapi mendekatkan kita kepadanya dengan kekuatan yang luar biasa.
Bom teroris dan persenjataan nuklir Korea Utara merupakan beberapa bukti yang
dapat dikemukakan.
Amerika serikat,
semasa kepresidenan George W. Bush, dapat dijadikan contoh. Dengan kehebatannya,
Amerika ingin mengakhiri terorisme dengan cara kekerasan, antara lain bahkan dengan
menuduh beberapa negara lain sebagai “poros kejahatan”. Beberapa tahun
berikutnya, teroris menjadi lebih mengancam, Afganistan dan Irak diperangi,
bahkan Amerika sendiri mengalami kemunduran yang mengkhawatirkan. Ini menggambarkan
pelajaran penting bahwa melawan kekerasan dengan kekerasan, sama saja dengan
menuangi nyala api dengan bensin.
Isu tentang Pembangunan
Material
Nyatanya, selalu
ada penggoda pada setiap zaman. Pada era nabi Muhammad penggoda tersebut ialah
Quraisy, Yudas pada era Yesus. Istri Rama diculik oleh Rahwana, Sri Krisna
dipaksa terlibat dalam pertempuran oleh kerakusan Duryudana, dan Buddha hendak
dibunuh oleh Devadatta. Rangkaian sejarah panjang ini menceritakan bahwa
mencoba menghilangkan godaan adalah tidak berguna sekaligus menentang hukum
alam. Lagipula, tidak akan pernah ada pertumbuhan tanpa godaan.
Suatu waktu
seorang ayah berkata kepada anaknya, “Nak, bila engkau menjadi tua akan ada
lebih banyak masalah yang engkau hadapi. Tetapi ingatlah, masalah-masalah itu
tidak muncul untuk dihilangkan, karena tujuan mereka adalah mengubahmu menjadi
manusia. Alam semesta sesungguhnya menjadi semakin tua, jadi muncul semakin
banyak masalah, dan hanya tangan bijaklah yang sanggup mengubah kesusahan
menjadi berkah pembangunan. Guru-guru yang menempuh jalan ini percaya bahwa “Ketika
dukacita menyerang hati, terbitlah kasih sayang”. Bagi mereka kegelapan
penderitaan tidak mengundang amarah yang membabi buta namun menyalakan cahaya
kasih sayang.
Mendung
Kesalahpahaman
Dalam sebuah
majelis taklim di Jakarta disampaikan sebuah pesan indah, “Jangan menjauh dari
orang-orang yang kasar dan jahat. Harus ada yang mendekati, peduli, dan
mencintai mereka, terutama agar mereka bisa meninggalkan lingkaran gelap
kekerasan.” Betapa ini merupakan undangan kebijaksanaan yang mengungkapkan
ekspresi Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Seorang kakek
suatu saat berbicara sambil membelai lembut rambut cucunya yang marah, “betapa
pun terlukanya tubuhmu, betapa pun tertekannya jiwamu, ingatlah, jangan
sekali-kali menciptakan musuh, karena musuh yang sesungguhnya adalah
kesalahpahaman”.
Luangkan waktu
untuk melihat teroris lebih dekat. Mereka juga dilahirkan oleh pasangan yang
satu sama lain saling merangkul intim, diharapkan oleh orang tuanya menjadi
orang yang berguna, diajari kedermawanan di sekolah. Mereka juga beribadah di
rumah ibadah demi keselamatan. Akan tetapi, karena tidak memahami satu dua hal,
mereka diselimuti oleh mendung kesalahpahaman. Selain itu, mereka bukanlah
satu-satunya pihak yang bertanggung jawab atas mendung tersebut. Dunia yang
tidak adil, berita kekerasan, pemerintahan yang kacau, sekolah yang
mengintimidasi, keluarga yang hancur, teladan yang buruk, dan iklan yang merayu
hanyalah beberapa elemen dalam suatu jaringan yang mengarahkan mereka masuk ke
dalam terowongan gelap salah pengertian. Menyerang mereka hanya akan menebalkan
mendung, dan mengutuk korban tidak pernah diajarkan oleh agama apa pun.
Dari sudut
pandang ini, dapat disadari bahwa tidaklah beralasan menimpakan seluruh
kesalahan pada teroris. Memahami betapa terbatasnya pendidikan, lingkup sosial,
dan pengetahuan agama mereka, kiranya lebih tepat jika kita memandang mereka
sebagai korban daripada pembangkit kesalahpahaman. Ini mirip dengan orang yang
marah terhadap lalat padahal rumahnya dipenuhi sampah busuk. Sebenarnya,
kekerasan dan keributan yang diperbuat manusialah yang menyebabkan munculnya
kekerasan teroris. Jika rumah bersih dan wangi, lalat tidak akan
mengerubunginya.
Oleh karena itu,
memahami bahwa kekerasan tidak dapat diatasi dengan mengutuk teroris, kinilah
saatnya membersihkan rumah yang sehari-hari ditinggali. Merujuk pada ucapan seorang
tetua, bagi orang baik, semua orang itu baik. Memperhatikan pesan seorang
pembimbing jalan kebaikan, “Jika engkau tak dapat mencintai mereka yang
memperlakukanmu dengan buruk, itu menandakan bahwa jiwamu belum sepenuhnya bangun”.
Seorang pertapa sederhana
yang hatinya bergetar dan menangis tatkala mendengar bom teroris, mendengar
suara guru yang berada di dalam batinnya: “Ajaklah orang-orang pulang. Kebencian,
kemarahan, dan kekerasan bukan tujuan sejati. Tidak ada rumah sejati kecuali
cinta dan ketulusan.” Ini mengingatkan kita bagaimana Nuh menaati suara hatinya
untuk membuat bahtera raksasa meskipun pada faktanya ia hidup di gurun, dan
bagaimana Ibrahim dengan segenap jiwa melakukan perintah batin untuk
mengorbankan anaknya.
Dicerahi oleh
wawasan spiritual ini, barangkali ada baiknya jika kita mengirim jamuan cinta
untuk para teroris. Pemimpin dan tokoh masyarakat harus hati-hati karena mereka
adalah teladan. Guru agama harus mengenalkan kepada muridnya ekspresi spiritual
penuh cinta yang indah di awal, di tengah, dan di akhir. Orang tua harus
mencintai anak-anaknya. Wartawan harus memberitakan kedamaian. Televisi harus
menyiarkan program-program yang membangkitkan energi kasih-sayang. Itulah beberapa
contoh bagaimana kita menghadirkan jamuan cinta untuk siapa pun yang mungkin
menjadi teroris di masa depan.
Sebagai tambahan,
lelaku ini membuktikan bahwa rumah batin kita sudah bersih dan jernih. Dengan pikiran
ini kita menyambut masa depan yang lebih menjanjikan. Mistikus sufi Jalaluddin
Rumi pernah menulis bahwa hidup seperti rumah tetirah. Tamu datang dan pergi. Tetapi,
siapa pun yang saat ini menghuni, entah kebahagiaan atau kesedihan, jangan pernah lupa menyunggingkan senyum.
Versi
bahasa Inggris dari tulisan ini dapat dibaca di: http://gedepramascompassion.com/author/gedepramacompassion/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam