Kurikulum
yang Bermakna
Oleh:
A. Chaidar Alwasilah
Bila ada yang
tak beres dalam masyarakat, orang segera mengarahkan perhatian pada pendidikan.
Masalah sosial yang terjadi berulang-kali seperti tawuran pelajar, konflik
antaretnis atau antaragama, korupsi, dan kemerosotan moral dianggap menunjukkan
kegagalan sistem pendidikan.
Akhir-akhir ini,
beberapa orang, termasuk pejabat pemerintah bersemangat mengusulkan supaya antikorupsi,
pembentukan karakter, pembangunan berkelanjutan, kepanduan, seni bela diri
tradisional, dan bahkan sepak bola harus dimasukkan sebagai materi pelajaran.
Pendeknya, orang ingin memasukkan apa pun yang bernilai ke dalam kurikulum.
Perlu disadari,
semua materi pelajaran tambahan itu akan membuat kurikulum menggelembung dan
tak dapat dikelola. Orang tua mengeluh anaknya terbebani sejumlah materi
pelajaran dan jam belajar yang bertambah panjang. Ini membawa kita pada isu
materi pelajaran vs tujuan pendidikan. Kebingungan bermula saat orang mengacaukan
keduanya.
Pendidikan
umumnya bertujuan untuk membuat manusia jadi lebih manusiawi, membuat dia mampu
memahami kodrat manusia dan alam semesta. Tanpa pendidikan yang layak, orang
jadi merasa tak bermakna dan pasti gagal dalam hidup.
Karena makna itu
abstrak dan tak terbatas sedangkan waktu dan ruang belajar itu terbatas, kurikulum
harus disusun secara efektif. Karena itu, pendidikan harus dijalankan atas
dasar pengetahuan akan kodrat manusia, aktualitas, potensi, dan kemungkinan
yang dimilikinya dalam suatu kebudayaan tertentu.
Philip H.
Phenix, dalam Realm of Meaning,
mengidentifikasi enam kelas makna, dengan memaparkan ragam pemahaman umum yang
harus dimiliki oleh seseorang sebagai anggota masyarakat yang beradab. Adapun
ragam pemahaman umum tersebut yaitu makna simbolis, empiris, estetik, sinoetis,
etis, dan sinoptis. Orang mesti mengkritik kurikulum ketika kurikulum tersebut
gagal menanamkan makna. Maknalah, dan bukan materi pelajaran, yang jadi soal.
Siswa
mengembangkan makna lewat materi pelajaran atau disiplin sekolah. Makna itu
beragam. Suatu mata pelajaran selalu mengandung makna yang beragam. Karya sastra,
sebagai contoh, dapat digunakan untuk
mengajarkan beragam makna—baik itu makna simbolis, empiris, atau estetis.
Klasifikasi makna
penting untuk memfasilitasi belajar siswa dan untuk mengalokasikan mata
pelajaran. Berbicara secara praktis, penyampaian makna ada di tangan guru. Berikut
dijabarkan enam kategori makna yang diidentifikasi oleh Phenix.
Siswa diajari
makna empiris lewat mata pelajaran bahasa dan matematika untuk memampukan
mereka menggunakan simbol penuh makna dalam komunikasi. Membaca dan berhitung adalah
dasar bagi kehidupan manusia. Karena itu, bahasa dan matematika, bersama dengan
sains, merupakan mata kuliah inti pada sekolah-sekolah di seluruh dunia.
Pada level
elementer yang lebih rendah, dimana pengajaran berbasis permainan sesuai untuk
digunakan, tidak ada keperluan untuk memisahkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), walaupun keduanya bermanfaat untuk mengajarkan
makna empiris. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mulai tahun ini, mendefinisikan
ulang kedua mata pelajaran itu. Dari sudut pandang pedagogis, pengajaran pada
level elementer harus berfokus pada penanaman makna daripada mata pelajaran.
Siswa diajari
estetika melalui musik, seni musik, seni gerak, sastra, dan lain-lain, untuk
memampukannya menangkap makna estetis dalam hidup. Estetika menajamkan perasaan
dan kepekaan siswa. Fokus pengajaran musik bukan melatih siswa menjadi musisi
tapi membangun kepekaan musikal. Akhir pengajaran seni adalah apresiasi seni,
bukan mendeskripsikannya.
Makna sinoetis
ialah pengetahuan batin, lawan dari pengetahuan eksplisit. Berbeda dari makna
simbolis yang abstrak, makna sinoetis adalah makna personal yang didasari oleh
pengalaman. Lewat sastra, psikologi, dan agama, guru membentuk dalam diri siswa
makna eksistensial kehidupan siswa itu sendiri.
Makna etis membantu
siswa membuat keputusan yang tepat untuk melakukan sesuatu. Ia lahir dari
persepsi obyektif, sedangkan makna estetis muncul dari persepsi subyektif. Siswa
mungkin secara pribadi punya komitmen aktif terhadap jenis tari tertentu yang
mengorbankan makna etis. Dalam etika, aktivitas dilakoni dalam rangka
partisipasi publik, karena publik cenderung berbagi intersubyektivitas terhadap
apa yang benar dan yang salah.
Lewat pendidikan
agama, kewarganegaraan (PPKN), dan Pancasila, guru menanamkan ajaran moral pada
siswa. Hasilnya bukan pengetahuan eksplisit siswa mengenai mata pelajaran itu, melainkan
penerapan nilai moral dalam praktik nyata. Pendidikan olah raga juga bisa
digunakan untuk mengajarkan nilai moral seperti keadilan, keolahragawanan, kerja
tim, dan penghormatan aturan main.
Makna sinoptis
atau sinopsis menyarankan fungsi pemadu semua makna yang dijabarkan di atas. Sejarah dan agama adalah mata pelajaran utama
yang mendukung makna sinoptis. Mengajar sejarah bukan menyuruh menghapal
peristiwa yang telah lalu tetapi mendorong pemaknaan terhadap peristiwa sejarah
tersebut dalam suatu cara yang padu. Pada akhirnya, belajar sejarah berfungsi
untuk memperbaiki keadaan masa kini dan masa depan.
Kami telah
menjabarkan tujuan pendidikan umum—yaitu membekali siswa dengan enam makna
untuk memahami dirinya sendiri dan alam semesta—namun, kita tidak dapat
memasukkan segala yang terpuji dan yang diinginkan ke dalam kurikulum.
Keenam makna
tersebut dapat ditanamkan lewat beragam materi pelajaran. Tentu saja siswa pada
tingkat dasar, menengah, dan tinggi membutuhkan level pemahaman yang berbeda. Kurikulum
harus dirancang secara sesuai.
Mata pelajaran yang
diajarkan mengandung makna apa dan diajarkan pada level pendidikan mana merupakan
keputusan kurikuler yang vital untuk dibuat. Yang paling penting adalah guru
yang dapat menguasai kelas dalam rangka penanaman makna.
Penulis
adalah profesor pada Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung.
Teks asli terjemahan ini dapat dibaca di: http://www.thejakartapost.com/news/2013/01/19/curriculum-adding-meaning.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam