Sumur melambangkan orang
yang berilmu. Ilmu bagaikan air yang memancar dari liang sumur. Begitu pula ilmu,
memancar dari dada orang berilmu. Sesring terjadi, air sumur yang
dibagi-bagikan kepada warga secara gratis tidak kunjung kering. Semakin banyak
dibagi, justru air dalam sumur itu semakin banyak; juga saat musim kemarau.
Ilmu pun demikian. Semakin banyak dibagi, jumlahnya semakin bertambah banyak.
Air itu menghilangkan
dahaga, di samping menyegarkan dan menyejukkan. Ilmu menghilangkan dahaga
spiritual, juga menyegarkan rohani dan menyejukkan batin; apabila ilmu itu
benar-benar ilmu. Air adalah syarat kehidupan jasmani. Ilmu adalah syarat
kehidupan rohani. Karena itu, ilmu kerap disebut sebagai air kehidupan.
Air digunakan untuk bersuci.
Air membersihkan kotoran, najis, dan noda yang menempel pada tubuh. Ilmu pun
untuk bersuci. Ilmu membersihkan pikiran dari kotoran, najis, dan noda ilusi,
fatamorgana, angan-angan, bayangan; dari semua pengertian yang serba palsu tak
sejati; dari segala kesalahan. Setelah membersihkan pikiran, ilmu mensucikan
hati dari kotoran, najis, dan noda rohani. Kalau ada ilmu yang mengeruhkan,
bahkan mengotori pikiran dan hati, itu pasti bukan ilmu, melainkan sekadar
teori yang tak bermanfaat.
Air memadamkan api yang
ganas menyala-nyala, yang membakar habis kayu dan daun kering yang ditemuinya.
Ilmu memadamkan api angkara murka yang menyala-nyala dalam dada. Kita mencari
ilmu untuk memadamkan api angkara murka itu sebelum kebaikan dan kesadaran kita
dibakar habis olehnya, sebagaimana kayu kering yang dibakar habis oleh api.
Air yang mensucikan,
menghilangkan dahaga, menyegarkan rohani, menyejukkan batin, dan memadamkan api
tersebut ada dalam sumur. Ilmu ada dalam dada orang yang berilmu. Berdasarkan metafor
ini, jagad jawa menciptakan sumur-sumur aneh.
Dalam peribahasa sumur
lumaku tinimba, kita menyaksikan sumur yang berjalan. Ternyata, tidak semua
sumur diam di tempat selamanya. Ada juga sumur yang berjalan. Sumur berjalan
yang dimaksud adalah cendekiawan. Kita diharuskan menimba ilmu yang memancar
dari dadanya. Cendekiawan jangan diacuhkan. Jangan sampai ada cendekiawan yang keadaannya
merana, seperti kain lungsed ing sampiran; kain lecek yang tergantung-gantung
kesepian di jemuran. Ilmunya tidak bermanfaat karena kita tidak berguru
kepadanya.
Sumur aneh lainnya dalam
jagad jawa adalah sumur yang menjemput timbanya; sumur marani timba. Kali ini
sumur tidak saja berjalan, tetapi juga berjalan dengan motif tertentu, yaitu
menjemput timba. Makna sumur dalam peribahasa ini adalah guru. Timbanya adalah
murid. Di kalangan spiritual, tidak hanya murid yang mencari guru, tetapi guru
pun mencari murid. Ilmu spiritual adalah konsumsi kelompok tertentu. Tidak
semua muslim berkemampuan untuk mengaksesnya. Karena itu, guru berupaya mencari
murid yang sanggup menampung keaengan, keluasan, dan kedalaman ilmu spiritual.
Itulah dua, barangkali dari
sekian banyak, sumur aneh yang ada dalam jagad jawa. Keanehan tersebut bermula
dari pengiasan sumur dengan orang berilmu. Apa makna sumur dalam jagad
kebudayaan lain? Dalam jagad melayu, jagad bugis, jagad banjar, jagad…?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam