Cokro Sudibyo,
setelah menjabat sebagai kades Seruni selama dua periode, akhirnya lengser. Ia
ingin anak bungsunya, Palgunadi, mencalonkan diri sebagai kades Seruni dalam
pilkades yang akan segera digelar. Akan tetapi, Palgunadi menolak karena berkas
lamaran kerjanya ke sebuah bank negeri di Yogyakarta sedang diproses. Palgunadi
mengusulkan pengganti, yaitu Kartika Maharani, istrinya sendiri, Sarjana
Komunikasi Fisip UI, yang memang berkeinginan menggantikan Cokro sebagai kades.
Cokro Sudibyo menyetujui usulan tersebut.
Tika, demikian
panggilan Kartika, tak mengalami banyak kesulitan dalam pilkades. Pak Guru
Suwardi, saingan terberatnya, tak memperoleh popularitas sebesar dirinya. Tika
pun memenangkan pilkades yang diadakan di balai desa. Masyarakat Seruni larut
dalam kebahagiaan karena baru kali inilah mereka memiliki kades perempuan.
Mereka menyalami Tika, mengangkatnya tinggi-tinggi, mengaraknya. Palgunadi yang
baru saja tiba segera menemui Tika dan mengajaknya pulang.
Sampai di rumah,
Palgunadi membawa istrinya ke kamar pribadi mereka untuk merayakan kemenangan
Tika berdua saja. Baru mulai saling bicara, kakak perempuan Palgunadi mengetuk
pintu kamar, memberi tahu bahwa ada wartawan yang datang untuk mewawancarai
Tika. Palgunadi dan kakak perempuannya meninggalkan kamar, sedangkan Tika masih
di kamar, berganti pakaian, merapikan penampilan.
Saat melangkah
keluar kamar, Tika melihat seekor ular hitam sebesar ibu jari menggeliat-geliat
di depan pintu. Ia ketakutan, berteriak minta tolong, melompat ke atas ranjang.
Orang-orang yang ada di rumah itu bergegas menuju kamar di mana Tika berada.
Ketika dipukul dengan tongkat bambu oleh Prastowo dan Kadus Maryono, ular itu
dapat mengelak. Cokro Sudibyo berpikir bahwa ular itu bukan sebarang ular. Ia
mencabut kerisnya, merapal mantra, mengacungkannya ke arah sang ular. Ular
tersebut marah dan menyerang Cokro. Yang diserang menebas putus badan ular,
tetapi kepalanya terus melesat menggigit lehernya. Tak lama kemudian Cokro pun
meninggal.
Kematian Cokro,
kepada siapa Tika hendak berguru menjadi pemimpin yang baik, menggoncangkan
jiwa Tika. Namun demikian, Tika mencoba tegar dan tabah menghadapi kenyataan
itu. Bermodal ketegaran dan ketabahan
tersebut, serta bakat kepemimpinan yang dimilikinya, Tika dapat memimpin desa
Seruni dengan lancar. Namun, keberhasilan Tika tak berlangsung lama. Menjelang
akhir tahun kedua kepemimpinannya, Tika menerima laporan dari Kadus Warsito
bahwa kemenakannya, Jarot, menyembunyikan sekardus obat-obatan terlarang di
rumahnya. Masalah besar muncul: desa Seruni menjadi sarang narkotika,
terpengaruh budaya metropolitan. Tika menginstruksikan Warsito agar
mengumpulkan perangkat desa lain untuk memusyawarhkan hal itu besok pagi.
Malam harinya,
ketika Tika menghadiri upacara pemberian nama cucu Lik Karso, seorang pemuda
melapor kepadanya bahwa Kadus Warsito luka parah karena baru saja diserang
segerombolan pemuda di rumahnya. Tika segera meluncur ke rumah Kadus Warsito.
Warsito melapor: para penyerang menanyakan di mana kardus berisi obat-obatan
terlarang yang diamankannya. Setelah dipanggil oleh Kartika, polisi datang.
Suwandi, ayah Jarot, juga datang. Menyimpulkan bahwa penyerangan Kadus Warsito
tentu ada hubungannya dengan Jarot, Tika bergerak menuju rumah Suwandi untuk
menemui Jarot. Jarot sudah kabur dari rumah. Jarot ternyata tidak kabur dari
rumah tetapi gantung diri di pohon yang terletak di samping rumah.
Beberapa waktu
setelah berlangsungnya kejadian yang memukul batinnya tersebut, Tika mendapat
masalah baru. Tengah malam, ketika Palgunadi sedang bekerja lembur di
Yogyakarta, dalam keadaan luka-luka Rus bertamu ke rumah Tika. Rus meminta
pertolongan Tika. Ia disiksa dan hendak dibunuh
oleh orang tuanya, Surosentiko. Surosentiko marah besar terhadap Rus setelah
tahu bahwa putrinya hamil di luar nikah. Usia kandungan Rus sudah tujuh bulan.
Tika menyembunyikan Rus di kamarnya dan merahasiakan kedatangan Rus dari
seluruh penghuni rumah. Subuhnya, bersama Prapti, pembantunya yang lantaran
suatu hal akhirnya mengetahui kedatangan Rus, Tika mengantar Rus berobat ke
rumah sakit di Boyolali. Rus meninggal di rumah sakit. Bayinya juga meninggal.
Tika meminta Prapti merahasiakan alur kematian Rus yang sebenarnya.
Kematian Rus sedikit
mengubah kelakuan Tika. Tika jadi sering melamun dan keluyuran. Tika tampaknya
sedang menelusuri akar semua permasalahan yang tengah dihadapinya, menyelidiki
siapa dalang di balik semua masalah tersebut. Tika menemui Trisno, kekasih Rus
yang pasti dapat memberinya informasi penting. Malamnya, Kadus Maryono melapor
bahwa Trisno meninggal dengan cara yang sepele dan ganjil. Bersama Kadus
Maryono dan Guno, Pak Lik-nya, dengan mobil Tika berangkat ke rumah duka untuk
memeriksa jenazah Trisno. Bukan kematian biasa, demikian kesimpulan yang
diambil setelah pemeriksaan dilakukan.
Saat akan
memberi sumbangan, Tika ingat, uangnya ada di dalam tas yang tertinggal di
mobil. Tika menuju mobil untuk mengambil uang. Akan tetapi, ketika membuka
pintu mobil, Tika melihat seekor ular hitam sebesar ibu jari menggeliat-geliat
pada kursi mobil. Kali ini Tika memberanikan diri menangkap ular tersebut
dengan jaketnya.
Melihat pintu
mobil terbuka dan Tika lama di sana, Kadus Maryono dan Guno cepat-cepat
mendatangi Tika. Walaupun kaget dengan apa yang dilihat, mereka membiarkan Tika
menangkap ular tersebut. Ular dapat ditangkap oleh Tika. Guno mengajak Tika dan
Kadus Maryono mengantarkan ular itu ke tempat asalnya, rumah Surosentiko.
Menyaksikan Tika dan beberapa warganya yang marah mendantangi rumahnya yang
ramai karena ia sedang mengadakan upacara selamatan kematian Rus, Surosentika
buru-buru keluar rumah untuk menyambut Tika.
Guno
melampiaskan amarahnya, berkata: utang pati disaur pati, hutang kematian
dibayar kematian. Menurutnya, Surosentikolah dalang semua kematian
berturut-turut yang terjadi sejak Tika terpilih sebagai kades. Surosentikolah
yang menyantet Cokro, Jarot, dan Trisno. Surosentiko sebenarnya mengirim dua
ekor ular hitam sebesar ibu jari itu untuk membunuh Tika. Surosentiko memiliki
dendam pribadi terhadap keluarga besar Cokro. Lamarannya meminang Palgunadi
sebagai mantu, sebagai istri Rus, pernah ditolak oleh Cokro.
Guno menyuruh
Tika melemparkan jaket berisi ular ke arah Surosentiko. Surosentiko berhasil
menghindar. Guno tambah panas, tetapi kemudian didinginkan oleh Tika. Tika,
tanpa kehilangan kewibawaan dan harga diri sebagai kades, memaafkan
Surosentiko. Lingkaran setan kematian harus dihentikan. Dendam berbalas dendam
harus disudahi. Dengan kewelaasihannya sebagai perempuan keperempuanannya, Tika meredakan amarah warganya
yang siap menghabisi Surosentiko dan membujuk mereka mengampuni Surosentiko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam