dia masih tegak. berdiri dengan gagahnya.
rantingnya sesekali menari, menuruti rayuan angin.
daunnya melambai-lambai, bagai memanggil kekasih.
orang-orang pun mendekatinya, mengharap perlindungannya
dari serangan matahari, atau tusukan hujan yang jatuh tiba-tiba.
setelah mereka pergi melupakannya, mata angsana renta itu
tersenyum dengan ketulusan yang jujur, menyihir
getir dan getih sepi menjadi berlian yang berkilau-kilau.
dia masih tegak di sana. terpejam. sendirian
menempa puisi dengan api yang telah padam jilatnya.
Yogyakarta,
19 April 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam