Qiyamuhu
binafsih, itulah Allah. Tetapi, kenapa ketika salat kita masih harus
membesarkannya, padahal Ia adalah Yang Mahabesar? Kenapa kita masih harus
mensucikannya, padahal Ia adalah Yang Mahasuci? Kenapa kita harus memujinya,
padahal Ia adalah Yang Maha Terpuji? Akhirnya, kenapa dan untuk siapa kita
salat, kita beribadah, kita berislam, sementara Tuhan adalah Yang Maha Sempurna
dan Ia sebenarnya tidak membutuhkan sesaji dan pengorbanan dari kita?
Jawabannya, karena (barangkali) kita sendirilah yang akan memanen manfaat dari
segala bentuk ibadah kita. Makna Tuhan berkorelasi dengan makna manusia.
Ketika
kita memahabesarkan Allah, terbit secercah kesadaran bahwa hanya Allah-lah yang
pantas menyandang gelar maha besar. Selain Allah, segenap makhluk-Nya, termasuk
kita, adalah kecil belaka. Kesadaran akan kekecilan manusia (di hadapan
Tuhannya) ini mengantarkan kita kepada perlunya sikap rendah hati dan tidak
sewenang-wenang, tak sebatas terhadap sesama manusia saja, tetapi juga terhadap
makhluk-makhluk lainnya: hewan, tumbuhan, malaikat, jin, bumi, langit, dan
seterusnya. Kemahabesaran, kesombongan, dan kesewang-wenangan hanya milik Allah
semata. Pada saat memahabesarkan Allah, kita sedang diajari oleh-Nya bagaimana
menjadi khalifah yang baik, benar, dan indah (memayu-ayu ayuning salira, memayu-ayu
ayuning manungsa, memayu-ayu ayuning buwana).
Penalaran
keharusan memahabesarkan Allah dan dampak positifnya bagi manusia ini analog
dengan penalaran keharusan memahasucikan-Nya dan memahaterpujikan-Nya; analog
pula dengan alasan humanistik mengapa dan untuk siapa kita salat, beribadah,
dan berislam. Ternyata, tidak lain tidak bukan, semua itu bermanfaat untuk
kebahagiaan diri kita sendiri di dunia dan di akhirat. Dan justru manfaat yang
sifatnya egoistis ini dapat diraih tatkala kita dengan tulus mempersembahkan
total diri kita untuk-Nya (lillah). Maka, manusia yang tulus adalah manusia
yang paling egois.
Ringkasan
dari catatan kecil ini adalah bahwa memahabesarkan, memahasucikan, dan
memahaterpujikan Allah pada hakikatnya merupakan usaha personal untuk
membesarkan, mensucikan, dan menterpujikan diri sendiri. Penegakan secara
konsisten ritual salat, yang merupakan salah satu tanda manusia yang bertakwa,
akan mengangkat derajat kita secara bertahap ke taraf manusia yang mulia
(karim).
Saya
telah membuktikan hal ini melalui penalaran. Tugas saya selanjutnya adalah
membuktikannya dengan praksis nyata sehari-hari. Semoga Allah memberi saya
kemauan, kekuatan, dan kemudahan untuk melaksanakannya. Semoga Allah senantiasa
membimbing langkah saya. Amin.
Jogjakarta, 27 Juli
2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam