Pendidikan
vokasional, misalnya seni, kerajinan tangan, teknik industri rumahan,
pertanian, peternakan, perikanan, dan lain sebagainya, penting tidak saja untuk
memberikan kesempatan kerja-mandiri yang luas, bermartabat, dan menguntungkan
bagi anak didik setelah mereka lulus sekolah, akan tetapi juga teramat penting
dalam rangka pembentukan karakter dan mental. Dengan pendidikan vokasional,
sekolah menggodok anak didik untuk menjadi suvivor yang mandiri dan pibadi yang
profesional dalam bekerja.
Tetapi
sekarang, pendidikan vokasional sudah kurang laku. Orang lebih suka
mendaftarkan anaknya ke sekolah-sekolah umum supaya anaknya dapat masuk ke
perguruan tinggi supaya mendapat pekerjaan kantoran yang pantas dan aman.
Padahal, peluang kerja di tempat-tempat elit seperti itu semakin lama semakin
sempit. Persaingan kerja pun semakin sengit. Syarat seleksi semakin ketat dan
tinggi sehingga sarjana tamatan perguruan tinggi biasa yang skala nilai dan
kecakapannya hanya rata-rata akan kurang dipertimbangkan dalam proses
penerimaan pegawai. Kompetitornya tidak hanya sarjana domestik, melainkan
sarjana-sarjana lulusan universtas terkemuka internasional, menyusul kolepsnya
eknomi eropa.
Alternatif
yang mungkin untuk mengatasi semakin membanjirnya jumlah pengangguran terdidik
adalah ekstensifikasi dan intensifikasi sekolah-sekolah vokasional, memasukkan
pendidikan vokasional ke dalam kurikulum sekolah umum dengan porsi yang agak
lebih banyak daripada sebelumnya, serta mengampanyekan pada masyarakat bahwa
sekolah umum tidak selalu lebih baik ketimbang sekolah vokasional, bahkan
sekolah vokasional lebih bisa menjamin masa depan anak-anak mereka daripada
sekolah umum. Intinya, paradigma masyarakat dan penyelenggara pendidikan, harus
diubah. Fokus pendidikan regional maupun nasional tidak tertuju lagi pada
peningkatan kualitas dan kuantitas sekolah umum, tetapi peningkatan kuantitas
dan kualitas sekolah vokasional, serta pengintegrasian sekolah vokasional
tersebut dengan dunia usaha baik sektor korporat maupun sektor koperasi.
Ke
depan, kompetisi global akan semakin hebat. Yang tak siap dan tak mempersiapkan
diri menghadapi kompetisi tersebut, akan terpinggirkan secara struktural dan
kultural. Pilihan hanya dua: berbenah diri atau mati di rumah sendiri!
Yogyakarta, 17
Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam