: sebuah
surat jalan
kereta kuda, pada rembang ini, sudah terjaga. menunggu sais dan
penumpangnya di halaman rumah. dua lelaki yang hampir sama cahaya mata, warna
wajah, dan cara berjalannya menaiki kereta dengan kegugupan yang tak dapat
disembunyikan, bahkan dari amatan kanak-kanak. lelaki pertama, yang sebagian
rambutnya telah pudar hitamnya, duduk di bangku depan, mengambil cambuk sambil
sepintas lalu memeriksa sekujur tubuh kuda dengan matanya yang telah mulai
layu. lelaki kedua, yang masih kencang kulitnya, kekar badannya, dan
berkobar-kobar tatapannya, menghempaskan diri di bangku belakang.
ananda, tahukah kau, akan sepanjang apa perjalanan ini?
ah, kenapa pula aku bertanya begitu padamu. terang kau tak tahu.
ini perjalanan perdanamu, dan satu-satunya perjalananku. ananda, perjalanan ini
akan sangat panjang, jauh lebih panjang dari perjalanan yang harus ditempuh
oleh matahari seumur hidupnya. jauh lebih panjang.
ramanda, aku dan kau manusia saja, bukan matahari. mana mungkin
umur kita mengalahkan umur matahari.
jangan terburu-buru mengambil kesimpulan pasti, ananda. jangan
terlalu patuh terhadap akalmu. sekali-kali berpikirlah dengan rasa. percayalah
padaku. perjalanan ini akan sangat panjang, jauh lebih panjang daripada umur
matahari. perjalanan ini, ananda, akan sepanjang sepenghirupan nafas, atau
sepenghembusan nafas, tidak lebih lama ketimbang waktu yang kaubutuhkan untuk
menulis huruf alif pada telapak tanganmu.
ramanda, aku bukan anak kecil lagi. kupingku yang sudah terlatih
mendengar bising kota besar ini tak bisa menampung bualanmu. simpan saja
dongengmu untuk cucumu kelak.
ananda, benar dugaanku. kau tak tahu. tak tahu akan sepanjang
apa perjalanan ini.
ramanda, lagi-lagi kau menduga-duga. hidupmu terus-menerus
dituntun oleh dugaan-dugaan, menggelinding dari dugaan yang satu ke dugaan yang
lain. menurutmu, dugaanmu benar belaka. menurutku, dugaan, saudara kembar dusta
itu, tak pernah benar. aku tahu ramanda, akan sepanjang apa perjalanan ini.
perjalanan ini akan sepanjang ini: sepanjang ujung kerisku yang sebentar lagi
akan terhujam di lambungmu.
sang kuda, yang dari tadi berdiri tenang, tiba-tiba meringkik
keras. diangkatnya dua kaki depannya. dihentak-hentakkannya tubuhnya sehingga
kereta pun bergoncang-goncang. setelah goncangan kereta reda, dan sang kuda
kembali jinak, tampaklah sesosok lelaki muda yang turun dari kereta, berjalan
entah ke mana, pergi menjauh dari rumah.
si sais masih duduk di bangku depan. cambuk baru saja terlepas
dari genggamannya. tangannya mengusap-usap perutnya yang berdarah, dan
didekatkannya tangannya yang berlumur darah itu ke hidungnya.
benar dugaanku. darah lebih wangi daripada bunga paling wangi.
ananda, kau boleh menyalahkan dugaanku. kau juga boleh tak percaya dengan
kata-kataku. tapi ananda, sejak dulu aku tahu, perjalanan ini akan sangat
panjang, jauh lebih panjang daripada umur matahari, sepanjang sepenghirupan
nafas, atau sepenghembusan nafas. begitu panjang. begitu singkat.
apakah kau mendengar hening yang gugur sehabis hembusan nafas si
sais itu?
yogyakarta,
17 mei 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam