14/10/21

Problem Pedagogi Content

Dalam dunia pendidikan kita, terdapat paradigma pedagogis implisit yang real, masih berdiri kokoh, dan sukar diubah. Paradigma implisit tersebut adalah, guru mengajarkan content ilmu, bukan metode untuk mencari dan mengembangkan ilmu.

Maka, yang terbentuk adalah kultur reproduksi ilmu. Inovasi dan kreativitas keilmuan, kalaupun ada, merupakan anomali, yaitu suatu kondisi yang luar biasa. Siswa-siswi kita, demikian pula para gurunya, menjadi konsumen pengetahuan. Hal ini benar untuk pendidikan umum, apalagi pendidikan Islam.

Kurikulum 2013, yang mengutamakan pendekatan saintifik, sebenarnya disusun untuk menghilangkan kultur reproduksi pengetahuan tersebut. Tapi, dalam implementasinya, tujuan dari disusunnya Kurikulum 2013 gagal tercapai.

Kita bisa mendaftar faktor-faktor kegagalan tersebut. Ada pengamat yang menyatakan bahwa kegagalan itu disebabkan karena rendahnya mutu pendidikan guru kita, sehingga bukan hanya para siswa yang tak siap menghayati paradigma Kurikulum 2013, guru pun sebetulnya tidak siap. Walaupun mengajarkan Kurikulum 2013, guru masih berpikir, bertindak, dan bersikap dengan paradigma kurikulum lawas yang lebih menitikberatkan content ilmu daripada metode ilmiah.

Hal itu, jika ditelisik lebih dalam, menunjukkan betapa susahnya mengubah kultur dan paradigma, apalagi bila paradigma tersebut implisit dan tak tersadari. Terbukti berkali-kali, mengganti kurikulum nyatanya hanya mengubah wadah, bungkus, atau kemasan. Pada tataran penerapan, esensi semua kurikulum sama saja, dalam arti masih saja mengajarkan content pengetahuan.

Karena itu, solusi untuk mengikis paradigma reproduksi dan konsumsi ilmu pengetahuan dalam dunia pendidikan bukanlah mengganti kurikulum, merevisinya, melengkapinya, memodifikasinya, menyederhanakannya, atau pun mengurangi bobotnya. Solusinya adalah inisiasi dan implementasi gerakan besar-besaran revolusi paradigma pedagogis.

Garda terdepan revolusi paradigma ini bukanlah pemerintah, melainkan guru. Pemerintah hanya membuat policy untuk menata ekosistem pendidikan yang dipersyaratkan dan dibutuhkan. Gurulah yang menjadi eksekutor revolusi paradigma tersebut.

Sayangnya, kalau kita mengamati secara objektif kualitas guru kita saat ini, revolusi paradigma pedagogis itu mungkin akan sangat sulit dijalankan, untuk tidak mengatakan "mustahil dijalankan". Memang ada guru-guru pembelajar yang mau maju dan memajukan siswa-siswinya. Tapi, mayoritas guru kita adalah guru yang formalis, administratif, dan birokratif.

Kalau aktivitas pembelajaran bisa dilakukan secara mudah dengan hanya mengajarkan content pengetahuan kepada para siswa dan hal itu sudah cukup untuk memenuhi kualifikasi administratif yang bisa dimanipulasi, kenapa kita harus bersusah-payah belajar pedagogi berparadigma baru demi mengajarkan metode ilmiah kepada para siswa? 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam