29/07/12

idul fitri 1

dia merasa beruntung diberi rindu yang menggembirakan,
suatu kurnia yang membuatnya tidak ragu lagi berujar:
jika terbang, maka terbanglah;
hujan, turun sajalah sini;
sungai, mengalirlah ke mana kau mau.

belenggu-belenggu pun hancur lebur
musim sumringah pun merekah sempurna

bumi mataram, senin, 30 juli 2012

28/07/12

perjalanan 1

hari menggelap setapak-setapak.
hari menerang selangkah-selangkah.
sehalaman-sehalaman buku dibuka.
seangka-seangka jarum jam berjalan.
satu dua tiga, tiga empat lima
lima enam tujuh, tujuh delapan sembilan

12/07/12

lakon sederhana


Berapa kali telah
saya mencoba lepas
dari jerat puisi
dan berdoa agar raga ini
terkurung dalam sangkar paling karang.

Tetapi innalillah sekali
saya masih puisi
bebas mengusut asal-muasal pertanyaan
dan menerka-nerka ke mana arah tenggelamnya.

Tetapi alhamdulillah sekali
saya masih puisi
tidak bosan mengarang-ngarang legenda
kenapa akhirnya saya dinamai puisi
yang memulung dan menjual
gerombolan tidak ketika remaja
untuk membeli selembar daun jati
bergambar bayang-bayang dewi sekartaji
sebagai bekal mati.

ya, saya masih puisi.

yogyakarta, mei-juli 2012

wajah yang lain


Melalui yang sia-sia ini, kutitip pesan kepadanya
bahwa biyung masih bangun sebelum subuh,
menuruti ke mana terang rindu menuntunnya.

Bersama yang sementara ini, kutitip pesan kepadanya
bahwa benih hening telah mulai tumbuh menjulang anggun,
seimbang bila digoyang-goyang angin.

Dalam yang sesungguhnya riam ini, kusisip tanya kepadanya:
mengapa mataku dan matamu masih mengenakan wajah yang lain,
wajah yang mengingkari dan menghindari kenyataan?

yogyakarta, juli 2012

biarkan aku, meskipun


biarkan aku pergi sendirian
mencari sunyi yang bersembunyi
di belakang tawar-menawar harga
antara pedagang dan pembeli di pasar

biarkan aku pulang sendirian
kembali menciumi kaki sunyi
membasuhnya dengan air murni
yang kusuling dari seluruh
rapuhku, keluhku, lukaku, dukaku

biarkan aku menjumpai sunyi
yang telah lama menanti-nanti kita
di seberang sana, bersama nama dan baka
meskipun pertemuan ini, percakapan ini, mesti disudahi
meskipun matahari kita ini sejarahnya mesti diakhiri

yogyakarta, juni-juli 2012

kenapa kau tak menulis?


kenapa kau kini tak menulis? tak.
aku sedang tidak bisa menulis
mataku belum sembuh dari rindunya
percuma aku menulis. jika aku berkeras menulis
yang akan terbaca hanya perempuan, biru, air,
dan sedikit pagi yang bimbang dan sepi yang menganga lapar
lebih benar aku berdiam dulu, menyisih dari lalu lintas kata-kata
mendekam dalam badan pedagang dan peladang

sampai kapan kau tak menulis? entah.
mungkin sampai bisa kujinakkan rindu.
atau sampai buta mataku. atau sampai tanah menyuruhku
mendaurulang huruf-huruf yang serentak rontok dari pohon itu
menggembalakan mereka berkumpul pada pusara padang padi yang ijo royo-royo
sambil memangkas cemas yang kabarnya akan mengirim sepuluh puting beliung
untuk menghapus nafas-nafasku menghempas-hempaskan harapanku.

entah. aku sendiri ragu kini: apa aku (masih) bisa menulis (lagi)?

Yogyakarta,  Juli 2012

puisi tanpa basmalah


akhirnya akan begitu. kita lalu tua
menjangkau kanak-kanak yang telah rontok
dari pikiran kita yang semakin srimpi

kita simpan zapin di antara lipatan penambahan dan perkalian
sembari sembunyi-sembunyi merindukan tambur dan rebana
dan sayup-sayup menyenandungkan indung-indung dalam bisu masing-masing

pada malam ketujuh belas, kita buka jendela belakang rumah
melompat ke halaman berlari menghadapi batang hari lantas menyelami hulu hatinya
mencari keping-keping basmalah yang menghilang
bakda perang tanding bida dan tapa

memang kita akan begitu: tua, dan sempurna
menghitung seberapa lapang lubang kubur
gemetar menanti mati, tetapi tambah jalang berceloteh
seperti bocah belum kenal kata dan tanda baca

kita akan begitu: matang, tua, jatuh, mati.
tanpa basmalah. dan tanpa hamdalah

Yogyakarta, 8-12 Juli 2012