27/01/13

akhlak


Puncak ilmu dalam agama Islam adalah akhlak. Akhlak adalah hilir dari tauhid. Akhlak dilandasi oleh nalar. Akhlak adalah aspek dari hikmah. Hikmah diberikan oleh Allah kepada manusia yang dikehendaki-Nya, melalui berbagai cara pemerolehan pengetahuan. Al-Qur’an menyebut tiga cara pemerolehan pengetahuan: dengan telinga (as-sam’u), dengan mata (al-abshar), dan dengan rasa (al-af’idah).

Hikmah adalah berpadunya iman dan amal saleh. Manifestasi konkret dari hikmah dalam kehidupan sehari-hari disebut akhlak. Berdasarkan sasarannya, akhlak terbagi tiga: akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap sesama manusia, dan akhlak terhadap makhluk-makhluk Allah selain manusia. Kata Quraish Shihab, dasar akhlak terhadap Allah adalah senantiasa berprasangka baik terhadap-Nya; dasar akhlak terhadap manusia adalah memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan olehnya; dasar akhlak terhadap makhluk-makhluk selain Allah adalah sebagai khalifah kita mendayagunakan mereka dalam rangka pengabdian kepada Allah.

Luqman al-Hakim
Allah menggelari Luqman, tokoh historis yang namanya diabadikan dalam Al-Qur’an, dengan al-hakim, yang diberi hikmah. Luqman, karena itu, adalah orang yang beriman sekaligus beramal saleh. Dia memiliki akhlak yang mulia.

Bagaimana akhlak Luqman itu?
1.      Bersyukur kepada Allah. Tidak kufur nikmat.
2.   Mengesakan Allah, dan menasihati anaknya untuk tidak mempersekutukan Allah, karena itu merupakan kezhaliman.
3.      Berbakti kepada kedua orang tua, terutama ibu.
4.  Yakin bahwa Allah selalu mengawasinya. Allah Maha Tahu, Maha Halus, dan Maha Teliti. Luqman menghayati makna ihsan.
5.      Mendirikan salat.
6.    Menyuruh orang lain berbuat ma’ruf dan melarang orang lain berbuat munkar. Aktif memimpin masyarakat.
7.      Bersabar ketika ditimpa musibah.
8.   Tidak memalingkan wajah dari manusia. Mengapresiasi orang lain. Memanusiakan manusia. Ngewongke wong. Tidak sombong. Tidak berjalan di muka bumi dengan angkuh.
9.      Sederhana cara berjalannya. Tidak berlebihan. Tidak dilebih-lebihkan. Adil.
10.  Lembut dan halus tutur katanya.
Akhlak Luqman tersebut diterangkan dalam Q.S. Surat Luqman.

Akhlak Guru
Pendidikan menggarap tiga ranah integral: kognitif, afektif, dan psikomotorik; atau menurut Ki Hadjar: cipta, rasa, dan karsa. Keselarasan cipta, rasa, dan karsa mewujud sebagai budi pekerti, atau akhlak mulia. Maka tujuan utama pendidikan adalah ta’dib: membangun akhlak atau membangun karakter. Metode dasar dan minimal dari pendidikan karakter adalah keteladanan. Kata Ki Hadjar, ing ngarso sun tulodho.

Jadi, guru yang bertanggung jawab, yang benar-benar bermaksud mendidik murid-muridnya, mesti berakhak mulia. Kemestian ini tidak bisa ditawar-tawar. Demi memenuhi tanggung jawabnya tersebut, guru bisa menempatkan al-Qur’an sebagai referensi untuk memahami bagaimana akhlak mulia itu, dan apa sendi-sendinya. Guru dapat meneladani akhlak tokoh-tokoh agung yang namanya diabadikan dalam al-Qur’an, salah satunya Luqman al-Hakim.

Yogyakarta, 27 Januari 2013

18/01/13

Konvensi Puisi


Puisi modern punya tiga konvensi primer, papar Culler dalam Structuralist Poetics.

Pertama, puisi menghadirkan jarak (distance) antara penyair dengan pembaca. Puisi beda dengan surat. Melalui surat, terjadi komunikasi lansung antara penulis dengan pembaca. Penulis adalah aku surat dan pembaca adalah kau surat. Rujukan “aku” dan “kau” di dalam surat jelas. Puisi tidak begitu. Komunikasi puisi—jika kita yakin kalau puisi itu komunikatif—merupakan komunikasi tidak langsung; komunikasi yang impersonal. Rujukan aku, kau, dan kata ganti lain, atau yang berfungsi seperti itu—yang disebut deiksis, tidaklah jelas. Aku puisi tidak serta-merta merujuk pada aku penyair. Ini analog pula dengan kata sapa ibu, bapak, nama diri, dan semacamnya. Hubungan antara penanda dengan petanda dalam puisi tidak normal. Suatu penanda dapat mengacu pada petanda lain yang lazimnya tidak dipasangkan dengannya. Di sinilah kita menyaksikan betapa “nyeni”-nya puisi itu, dan betapa ia bisa bikin putus asa pembaca untuk memahaminya.

Kedua, puisi adalah keseluruhan yang organik; totalitas yang harmonis. Puisi, walaupun kelihatan acak-acakan, memiliki koherensi internal. Satu bagian dengan bagian yang lain saling menopang dan menunjang membangun sebuah makna organik. Kita sering mengistilahkan makna organik itu dengan “tema”. Pembaca puisi mengasumsikan, puisi tidak mungkin mengandung kontradiksi internal. Judul, misalnya, tidak mungkin mengkhianati tema. Tipografi pun diharapkan sejalan dengan tema. Jadi, puisi, dalam hal ini puisi modern, boleh dibilang sebagai suatu sistem. Puisi adalah konstruksi yang kokoh. Tugas pembaca, bukan pembaca biasa tentu, adalah menemukan makna organik sebuah puisi, dan menguraikannya dengan teratur dan fasih. Konvensi ini sudah dikritik dan direlatifkan oleh dekonstruksi yang kurang-lebih ingin menyatakan: sebagai teks, konstruksi puisi tidak kokoh. Puisi adalah rumah rapuh yang mudah roboh. Bagian yang satu, setelah diselidiki benar-benar, ternyata menyangkal bagian yang lain. Tidak ada tema final. Yang ada hanya tema sementara, bahkan tema-tema sementara. Tema puisi tidak tunggal, tetapi jamak. Dekonstruksi memandang, kejamakan tema ini adalah potensi yang dikandung oleh teks puisi itu sendiri. Sedangkan dalam pandangan semiotik, kejamakan tema dimungkinkan oleh hubungan dinamis saling pengaruh-mempengaruhi antara penulis, teks, dan pembaca.

Ketiga, puisi berisi tema yang menduduki tempat sentral dalam pengalaman manusia. Karena itu, tema puisi modern ndakik-ndakik. Tema yang mengharukan, kata Chairil Anwar. Cinta, kematian, harapan adalah contoh tema yan mengharukan. Dalam beberapa puisi, tema yang ndakik-ndakik itu dinyatakan dengan gamblang. Tetapi, kebanyakan puisi tidak menyebutnya secara eksplisit. Nah, dalam menguak tema yang tersembunyi inilah pembaca jadi punya peran yang teramat penting. Pembaca menyematkan harga terhadap puisi yang tampak murah atau murahan. Pembaca memberi makna terhadap puisi yang dikira tak berarti. The pursuit of sign, mencari makna, itulah tugas pembaca. Culler juga menulis buku berjudul The Pursuit of Sign.

Demikian disarikan paparan Culler tentang konvensi puisi modern. Tiga konvensi primer ini masih bisa kita persoalkan. Konvensi kedua sudah dipersoalkan oleh dekonstruksi. Konvensi pertama menjadi bermasalah karena ada penyair yang menulis puisi seperti menulis surat; atau, puisi itu memang ditulis sebagai surat yang akan disampaikannya kepada orang tertentu, misalnya kekasihnya. Aku puisi, dalam puisi yang surat tersebut, adalah aku penyair, sedangkan kau puisi adalah kau pembaca. Referensi arti kata ganti jelas. Tidak ada jarak antara penulis dengan pembaca. Komunikasi puisi terjadi secara langsung dan lurus, tidak melengkung, melingkar-lingkar, atau berputar-putar. Memang pembaca tetap dapat menganggap puisi yang surat itu sebagai puisi modern pada umumnya. Dan itu adalah hak pembaca. Konvensi ketiga juga tidak selamat dari masalah. Oleh gerakan puisi mbeling ditunjukkan, puisi tidak mesti dan tidak selalu menghadirkan hal yang ndakik-ndakik. Dalam puisi boleh diungkapkan dengan enteng dan tanpa beban perihal sempritan, sikat gigi, kerokan, dan lain sebagainya. Tetapi lagi-lagi memang pembaca dapat menganggap puisi seperti itu sebagai puisi modern yang menyembunyikan tema ndakik-ndakik. Pembaca dapat memaknai sempritan sebagai hipokrisi, sikat gigi sebagai humanisme, kerokan sebagai relativitas kebenaran manusia.

Yogyakarta, Jumat, 18 November 2012

Penjajahan di Jambi


Membaca buku secara sekilas dan setengah-setangah menyebabkan salah paham. Itu yang saya alami ketika membaca buku locher-scholten: sumatran sultanat and colonial state, yang membuktikan adanya imperialisme belanda di jambi dari 1830-1907. Dua kali sudah saya membaca buku bagus ini. Pada pembacaan pertama, saya menyimpulkan bahwa jambi tidak pernah dijajah belanda. Setelah sultan taha mangkat pada 1904, perlawanan jambi terhadap belanda masih berlangsung terus, bahkan hingga jauh setelah kemerdekaan indonesia diproklamasikan. Sebaliknya, pada pembacaan kedua, saya menyimpulkan bahwa jambi dijajah belanda. Paparan locher-scholten tentang perlawanan yang meletup di jambi setelah mangkatnya sultan taha adalah pembuktian bahwa jambi memang sungguh-sungguh dijajah belanda. Kesimpulan pertama salah. Kesimpulan kedualah yang benar, yang sesuai dengan tesis yang diajukan locher-scholten: tidak dapat dibantah, imperialisme belanda itu sungguh-sungguh ada.

Untuk membuktikan tesisnya itu, locher-scholten membuka bukunya dengan pertanyaan: adakah imperialisme belanda itu? apakah belanda turut serta dalam imperialisme modern? apakah pasifikasi belanda atas the outer lands, jambi salah satunya, adalah gejala imperialisme modern yang unik? Pertanyaan-pertanyaan ini menggiring kita kepada pertanyaan yang lebih fundamental: bagaimana imperialisme belanda itu? apa sebenarnya arti imperialisme modern? berbagai pakar memaparkan pengertian imperialisme modern yang berbeda-beda. Locher-scholten menyajikan perdebatan seputar definisi imperilisme modern itu dalam bab pertama: Tema dan Teori. Teori imperialisme modern yang dipaparkan para pakar masing-masing punya kekurangan dan kelebihan. Yang khas dari teori-teori tersebut adalah kecenderungan mereka untuk menyederhanakan kompleksitas kenyataan imperialisme. Locher-scholten banyak bersepaham dengan teori imperialisme yang dibangun fieldhouse. Namun demikian, ia tidak taklid buta saja terhadap teori fieldhouse. Ia mengkritik teori fieldhouse. Dan buku ini, dilihat dari konteks perdebatan teoritik imperialisme modern, adalah argumentasi tertulis atas kritik locher-scholten terhadap teori-teori imperialisme modern yang belum memuaskan baginya; dengan maksud untuk menyempurnakan teori imperialisme modern.

Buku ini terdiri dari pendahuluan, 9 bab, kesimpulan, dan epilog. Bab pertama, sebagaimana telah disebutkan, menyajikan perdebatan teoritik seputar imperialisme modern, dalam hubungannya dengan imperialisme belanda yang disangka sebagai gejala unik. Bab kedua menjelaskan kondisi jambi dan batavia serta hubungan yang terjalin antara keduanya sebelum 1830. Bab ketiga menguarai tentang kontrak dan kedaulatan untuk menyelidiki apakah jambi merdeka ataukah tidak. bab keempat menerangkan tentang kepentingan internasional di jambi, dirumuskan dalam pertanyaan: apakah di jambi ada kepentingan internasional yang saling berebut pengaruh dan hendak mengeruk sumber dayanya? Adakah rivalitas antara negara-negara di eropa dalam usaha mereka untuk mencaplok jambi? jika rivalitas ini ada, maka rivalitas tersebut dapat dijadikan sebagai bukti imperialisme belanda di jambi. bab kelima, menceritakan praktik penaklukan belanda melalui kontrak dan ekspedisi militer. Bab keenam, pertanyaan-pertanyaan tentang pengetahuan dan konsekuensi politiknya. Bab ketujuh, tari ritual. Saya belum paham garis besar kedua bab ini. bab kedelapan, menerangkan tentang minyak sebagai sumber daya alam jambi yang menarik interest ekonomi belanda; inilah motif ekonomi imperialisme belanda di jambi. bab kesembilan, formasi negara dan perang geriliya. Saya juga belum paham garis besar bab ini. kemudian kesimpulan: isolasi jambi dan imperialisme belanda. Di sini locher-scolten membuktikan bahwa imperialisme belanda itu nyata ada, dan ia bukan merupakan gejala unik dari imperialisme modern eropa pada umumnya. Sifat dasar imperialisme belanda di hindia timur khususnya di outer lands sama dengan imperialisme eropa di mana pun. dan terkahir, epilog: kesinambungan garis sejarah dan perubahan pola. Bahkan beberapa waktu setelah indonesia merdeka, belanda masih enggan angkat kaki dari jambi. belanda masih punya kepentingan “imperialistis” di jambi. belanda memanfaatkan elit jambi untuk melepaskan jambi dari NKRI. Terlepasnya jambi dari NKRI akan membuat belanda dapat dengan mudah mengeruk cadangan minyak bumi yang melimpah di jambi. fakta ini adalah bukti kuat akan adanya imperialisme belanda.

14/01/13

pendidikan puisi


Puisi tidak genap dan genah. Definisi puisi tidak stabil. Secara semiotik, definisi puisi dipengaruhi faktor kesejarahan pengarang, teks, dan pembaca. Menyitir Teeuw, puisi tidak begitu saja mengada dalam ruang kosong. Definisi puisi bervariasi secara diakronik dan sinkronik. Generasi dulu mendefinisikan puisi secara berbeda dengan generasi kini. Masyarakat sana mendefinisikan puisi secara berbeda dengan masyarakat sini. Puisi adalah mobile-space di mana perbedaan boleh hidup di dalamnya.

Mengabaikan kenyataan semiotik tersebut, ada pihak yang mencoba menstabilkan definisi puisi. Stabilisasi definisi puisi mamasung kreativitas, sedangkan puisi adalah seni berbahasa yang jantungnya adalah kreativitas. Jagad akademik yang formal dan ilmiah cenderung menstabilkan definisi puisi.

Biasanya, dosen di kampus dan guru di sekolah mengajarkan definisi puisi yang konvensional, atau yang dipaksa menjadi konvensional; yang stabil, atau yang distabilisasi. Ada ketakutan untuk menyimpangi atau memberontaki kurikulum dan konsep pendidikan yang standar. Ketakpatuhan terhadap kurikulum dipahami sebagai awal malapetaka yang menyebabkan masa depan siswa, guru, dan sekolah jadi suram.

Akibatnya, metode mengajar puisi tidak sesuai dan tidak disesuaikan dengan hakikat puisi. Metode mengajar matematika digunakan sebagai metode mengajar puisi. Guru menugasi siswa menghapal rumus-rumus puisi, nama penyair, judul puisi, dan sebagainya. Terjadi kanosisasi sastra. Kanon sastra ini adalah materi yang diujikan, bahkan secara nasional. Siswa membaca puisi hanya demi nilai ujian. Harus diakui dengan jujur, beginilah kenyataan apresiasi puisi pada khususnya dan apresiasi sastra pada umumnya di sekolah. Wawasan kepuisian siswa menjadi terbatas, sebatas yang diajarkan oleh gurunya. Apresiasi puisi yang berpotensi mengembangkan kreativitas siswa justru mengebiri kreativitasnya. Kalau begitu, apa guna puisi diajarkan di sekolah?

08/01/13

rindu, begitu


aku panggil kau
kau panggil aku

tersembunyi rahasia dalam sunyi.
dalam puisi: hujan yang menyerbu bumi,
meski kami sudah lelah mengaduh:
bah, bah, bah.
dalam puisi: alif yang pisau,
namun lentur meliuk-liukkan tubuhnya,
menguluk salam untuk anak-anak pengaji kitab suci.

sembunyikan saja rahasia dalam sunyi.
dalam puisi: dalam hati batang hari:
harta karun terpendam damai dalam diam
biar perantau ranah pengembara samudera
dengan cerdas cerdiknya melacak bapa-bunda kata:
maha nama yang tak kata: ialah
rahasia tersembunyi dalam sunyi, dalam puisi.