12/12/21

Kendala Belajar Bahasa Arab

Bagi orang Indonesia, kenapa belajar bahasa Arab susah? Sebagian ahli menjelaskan bahwa hal itu terjadi karena metode pembelajaran yang digunakan tidaklah tepat. Dalil mereka: ath-thoriqoh khoirun minal maaddah. Metode pembelajaran lebih baik ketimbang materi pembelajaran. Yang dimaksud "lebih baik" adalah "lebih penting" atau "lebih menentukan". 


Tapi, ada pendapat lain. Bahasa Arab sulit dipelajari orang Indonesia, yang sehari-hari memakai bahasa Indonesia, karena struktur bahasa Arab berbeda scr mendasar dgn struktur bahasa Indonesia. Dilihat dari perspektif morfologi, yaitu cabang ilmu bahasa yang mempelajari perubahan bentuk kata, pola perubahan bentuk kata dalam bahasa Arab berbeda dgn pola dalam bahasa Indonesia.

Bahasa Indonesia termasuk rumpun bahasa aglutinatif. Sebuah kata dasar diubah menjadi sejumlah kata turunan dgn proses pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan. Contoh, kata "merah" berubah menjadi "memerahkan" dengan proses pengimbuhan, "merah-merah" dengan proses pengulangan, dan "merah padam" dengan proses pemajemukan.

Suatu kata tunggal dalam bahasa Indonesia tidak mengenal gender, jumlah, dan kala. Misalnya, kata ganti "dia" bisa digunakan untuk menunjuk baik laki-laki maupun perempuan. Bisa diacukan pada "dia" satu orang, "dia" dua orang", atau "dia" tiga orang atau lebih.

Kata "membaca" tak mengandung makna kewaktuan secara inheren. Bila saya berkata "Saya membaca", maka kalimat tersebut dapat diartikan "Saya sudah membaca", "Saya sedang membaca", atau "Saya akan membaca". Untuk mengungkapkan kala/waktu terjadinya suatu aktivitas, kata kerja harus didampingi dengan keterangan waktu: sudah, sedang, akan, dan sebagainya.

Struktur bahasa Indonesia tersebut berbeda dengan struktur bahasa Arab yang termasuk bahasa bertipe fleksi. Dalam bahasa fleksi, kata dasar tidak diubah menjadi kata-kata turunan melalui proses pengimbuhan, pengulangan, dan pemajemukan. Perubahan kata dalam bahasa Arab berpola deklinasi dan konjugasi.

Contoh deklinasi: kata dasar qiro-ah berubah menjadi kata turunan qoro-a (dia laki-laki telah membaca) dan qoro-at (dia perempuan telah membaca). Contoh konjugasi: kata dasar qiro-ah berubah menjadi kata turunan qoro-a (dia laki-laki telah membaca) dan yaqro-u (dia laki-laki sedang/akan membaca), bisa pula berubah menjadi kata turunan qoro-a (dia laki-laki satu org telah membaca), qoro-aa (dia laki-laki dua orang telah membaca), atau qoro-uu (dia laki-laki tiga orang atau lebih telah membaca).

Makna kewaktuan dan jumlah pelaku inheren di dalam suatu kata tunggal. Untuk menunjukkan kapan terjadinya sebuah aktivitas atau berapa jumlah pelaku, kata kerja tak perlu didampingi dengan keterangan waktu atau keterangan jumlah pelaku.

Perbedaan pola perubahan kata dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia tersebut tentulah mempersulit upaya belajar bahasa Arab bagi orang Indonesia. Biasanya, dalam pembelajaran bahasa Arab untuk penutur bahasa Indonesia, kesulitan itu diatasi dengan cara menghapalkan pola deklinasi dan konjugasi kata bahasa Arab. Metode ini dikenal dengan nama tashrifan atau tashrifiyyah.

Apakah solutif? Tidak juga. Sebab, murid yang hapal pola konjugasi dan deklinasi belum tentu bisa menerapkan pola tersebut dalam komunikasi praktis. Ia juga belum tentu mengerti makna tiap kata turunan secara tepat.

Jadi, bagaimana solusi yang lebih efektif?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam