12/12/10

The candle (in the) night

:: sebuah himbauan

Bila kamu mengetahui bakal karamnya kapalmu, jangan terburu-buru mengabarkan hal itu. Jangan pernah mengucapkan hal yang negatif dan pesimistis. Jika orang lain mendengarnya, sedang hatimu sendiri menyahutnya, ucapan negatif dan pesmisitis tadi akan mempercepat proses karamnya kapalmu. Tragedi Yunani dan epik Mahabarata telah menunjukkan kebenaran hal itu. Sejarah pun telah memvalidasinya.

seburuk apapun gejala yang tampak, segelap apapun kondisi yang menimpa, walaupun kapalmu secara matematis akan segera karam, kamu harus terus mengucapkan hal-hal yang positif dan optimistik. Beri sahabat-sahabatmu suntikan spirit, senandungkan “badai pasti berlalu” untuk mereka, dan bisikkan “la takhof wa la tahzan, innallaha ma’ana” di telinga mereka. Optimisme dan energi positif orang lain yang tercipta akibat ucapanmu, akan menyelamatkan kapalmu dari kekeraman.

Gembirakan dan hibur sahabat-sahabatmu. Beri mereka lawakan-lawakan segar dan cerdas. Jangan biarkan mereka bersedih, murung, dan saling terkam. Sebisa mungkin ciptakan kondisi damai dan harmoni, dan tak usah menambah-nambah konflik, jika mungkin justru redakan dan sembuhkan konflik terpendam.

“Sistem politik yang ditakdirkan untuk runtuh,” ujar Sartre “merangsang orang banyak untuk mempercepat keruntuhan itu”. Oleh karena itu, orang tua-orang tua kita sering menasihati: husy, jangan berburuk sangka, jangan ngomong yang tidak-tidak, jangan bicara yang buruk-buruk! Ojo waton ngomong, nanging ngomongo nganggo waton! Dalam keadaan susah, ketika kapalmu hampir karam, nasihat semacam ini sebenarnya berfungsi sebagai terapi, baik terapi psikis maupun terapi sosial, dan bukan berfungsi sebagai larangan semata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam