11/02/13

makan


Tentang al-Qur'an, Makanan, Pendidikan, dll.


1.      Pada prinsipnya, semua makanan tidak haram, kecuali makanan yang diharamkan oleh Tuhan. Keharaman makanan tertentu itu dinyatakan melalui ayat al-Qur’an serta hadits nabi. Yang ditekankan adalah kehalalan makanan, bukan keharaman makanan. Dalam hal ini tersirat larangan mengikuti perilaku bani israil. Mereka mengharamkan apa yang semula dihalalkan Tuhan. Ini sesungguhnya adalah perintah agar jangan berpikir terlampau legalistik dan kelewat batas. Hikmahnya, jangan menciptakan penjara untuk mengurung diri sendiri. Jangan zalim terhadap diri sendiri. Adil terhadap diri sendiri. 

2.      Al-Qur’an menghubungkan makanan dengan keadilan. Artinya, terdapat pula hubungan antara makanan dan politik. Perilaku politik seorang presiden juga ditentukan oleh apa yang ia makan, bagaimana ia memperolehnya, serta bagaimana ia mengonsumsinya. Teori ini tidak ditemui dalam ilmu politik modern yang fakultatif dan materialistis.

3.      Al-Qur’an juga menghubungkan makanan dengan budi pekerti. Umat Islam diperintahkan untuk hanya memakan makanan yang halal lagi baik (halalan thayiban), lezat lagi baik akibatnya (hani-an mari-an). Makanan yang haram, rijs, dan khabits, berpengaruh terhadap kesehatan jasmani dan rohani. Makanan yang baik, menurut Quraish Shihab, adalah makanan yang sehat, proporsional, dan aman. Di sini terlihat lagi kaitan antara makanan dengan keadilan. Adil sendiri merupakan budi pekerti yang mulia. Asumsinya, bila kita memakan makanan yang baik dengan cara yang baik, maka budi pekerti kita menjadi mulia, sedangkan kemuliaan budi pekerti itu antara lain ditunjukkan melalui perilaku kita yang adil.

4.      Pendidikan berurusan dengan pembangunan budi pekerti. Jika demikian, pendidikan berhubungan dengan makanan. Agar budi pekerti anak kita menjadi mulia, maka ia perlu mengonsumsi makanan yang halal lagi baik. Makanan yang haram dan yang syubhat jangan sampai dikonsumsi oleh anak-anak kita. Dalam pedagogi modern yang berasal dari barat, kaitan langsung antara makanan dengan kesehatan rohani ini tidak diperhatikan. Yang diperhatikan hanya kaitan tidak langsung antara makanan dengan kesehatan rohani. Jika mengonsumsi makanan yang bergizi, jasmani anak akan sehat. Jika jasmani anak sehat, rohaninya pun sehat. Bergizi hanya salah satu aspek dari halalan thayiban. Selama ini, dalam perbincangan tentang pendidikan karakter, tampaknya hubungan antara makanan dengan budi pekerti jarang disinggung. Memberi  makanan yang halal lagi baik kepada siswa juga merupakan metode pendidikan karakter.

5.      Pengharaman makanan bukan tujuan, melainkan cara mewujudkan tujuan. Makanan tertentu diharamkan dengan maksud untuk memelihara akal, jiwa, nyawa, harta, dan martabat manusia. Supaya manusia menjadi beradab, diharamkanlah makanan tertentu. Mengonsumsi daging babi dalam kondisi darurat agar kita tidak mati kelaparan, dihukumi halal. Kehidupan atau nyawa manusia lebih penting daripada keharaman daging babi. 

6.      Paling kurang, keharaman suatu makanan disebabkan oleh adanya nash yang mengharamkannya, dzatnya, akibatnya, cara memperolehnya, dan cara mengonsumsinya. Nasi itu halal, tetapi bila diperoleh dengan cara yang salah, misalnya mencuri, maka nasi tadi menjadi haram. Durian itu halal, namun bila dikonsumsi secara berlebih-lebihan sehingga kesehatan kita terancam, durian tadi menjadi tidak halal. Mudah-mudahan Tuhan senantiasa menganugerahi kita rezeki yang halal. Mudah-mudahan makanan yang masuk ke dalam perut kita dan keluarga kita hanyalah makanan yang halal lagi baik, lezat lagi baik akibatnya. Amin.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam