17/04/11

sayang nian, saya hanya sebatang hari



sayang nian, saya hanya sebatang hari. saban hari mengintip perawan mandi, mendengar ibu-ibu nggosip sambil nyuci, menyaksi anak-anak sungai yang berenang telanjang menyetubuhi bauku dan keruhku dari pagi hingga petang magrib.

sayang nian, saya hanya sebatang hari, sebatas mengalir ke hilir, mengikuti titah takdir. maka dengan lapang dada, saya menerima sampah dan tinja yang datang dari uluan, mengizinkan tongkang dan pompong mengangkuti kayu curian, mendukung penambangan emas legal besar-besaran, merekam ikan dan udang  air tawar yang punah pelan-pelan, terheran-heran mengapa manusia abai urusi lingkungan.

sayang nian, saya hanya sebatang hari. tak kuasa bersuara, tak cakap bercakap, tak tukang unjuk rasa. saya bisu, tak bermulut, belum sekalipun belajar kata-kata. saya buta huruf, jauh dari bangku sekolah dasar. saya begitu semut, terinjak, kadang terduduki, sesak napas, menanti mati. tapi siapa peduli dengan saya yang hanya sebatang hari?

sayang nian, saya hanya sebatang hari, berjalan panjang merajang-rajang jambi. saya memisahkan satu kampung dengan kampung lain, satu kota dengan kota lain. mereka tak saling bertemu muka, bertukar mata, bersalam jiwa. saya, dengan riak yang sangat tenang, memandang parang dan perang, sumpah serapah dan hujatan, jenazah penasaran, dan batang-batang yang mengambang. apalah daya, saya hanya sebatang hari, bukan wali yang pandai menyemai damai.

sayang nian, saya hanya sebatang hari. saya tak memiliki kaki, apalagi ferari yang bisa membantuku melarikan diri dari ingin ilahi, dan menghindarkan orang-orang dari banjir pembasmi  rizki. jika hujan berminggu-berbulan, tubuhku menggelembung membuncah tumpah ruah ke daratan: rumah-rumah tenggelam, huma-huma rusak habis-habisan, padi tak jadi dituai, tambak luluh lantak, bayi-bayi menangis tak berhenti, dan para jompo melongo menatapi dan meratapi kenangan dari atas sampan yang sia-sia. tapi saya hanya sebatang hari, mustahil menjelma sapu tangan yang mengelap air mata mereka, atau pelawak pasaran yang menerbitkan tawa gembira mereka.

sayang nian, saya hanya sebatang hari, yatim piatu sebatang kara yang selalu menunggu inang datang dari lawang pintu langit yang berjanji menghadiahi sepasang angsa putih yang sedang kasmaran: menyanyi dan menari mengitari tubuhku, suka-cita menggelar opera cinta.


asrama batanghari, 17 april 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam