14/04/11

Kilas-Balik

TUAN:
sekali lagi, budak tersayangku, aku sama sekali tidak berniat menguasaimu. aku hanya mengutil beberapa kata perintah dari kamus besar kematian, dan menggunakannya agar mudah berdialog denganmu. ingat, ber-dia-log, bukan menyuruh atau menginstruksi ini-itu. aku menjunjung tinggi persahabatan, persaudaraan, dan kebersamaan. aku tidak berbakat jadi politisi atau pedagang. kuharap kau mau akur denganku dan bekerja bersama, dengan tulus hati, jika perlu tanpa meminta upah. kejayaan dan kemenangan adalah milik kita, milik kita. tapi biarkan aku tetap duduk di kursi goyang, menghayati irama tubuh penari alam, menyantap anggur dan rembulan, dan bangga sebagai pujangga yang pandai bersiasat dengan kata-kata.


BUDAK:
maafkan aku, tuanku tercinta, aku semata rakyat jelata, harta tak punya, rumah tak ada, melayari lautan kehidupan sebagai gelandangan nista. aku sangat suka mengikuti kehendak luhurmu. aku juga mengidam-idamkan kebersamaan yang kanak-kanak, persahabatan yang hangat, dan persaudaraan yang surga. ruhku menyuruhku mengakurimu, bekerja bersamamu dengan tulus yang paling susu. namun dunia bukan beranda senja tempat sepasang cucakrawa bercanda mesra. sementara kubiarkan kau duduk ngaso di kursi goyang, kau biarkan aku memenuhi cangkir anggurmu dengan peluhku, dan kadang, dengan darahku. aku adalah penari alam yang tubuhnya pelan-pelan pecah karena tak kuat menyimpan lapar dan cambuk waktu. aku berlari menghadap rembulan, mensujudinya, mencium muka bopengnya. tapi rembulan tidak pernah bisa berkata, tidak pernah sekali pun, apalagi menyelamatkanku dari dagingku. aku pun sepi, terasing dari segala bahasa. bagaimana aku bisa berbahasa, bila kau adalah pujangga pemilik sarwa kata?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam