15/05/11

hijab

banyak keluhan. ada yang bilang, cintaku terhalang adat, lalu kisah kasih kami kandas. ada yang bilang, cintaku terserimpung perbedaan agama, lalu kami pun berpisah dengan hati yang merintih. ada yang bilang, cintaku terhambat perbedaan kelas sosial, ras, marga, tingkat pendidikan, usia, blablabla, maka kami pun hikshikshiks.

Ini tidak "hanya" setumpuk keluhan klise belaka, namun saya yakin, dialami tiap orang, dengan kadar yang berbeda-beda. mungkin karena dialami tiap orang, hampir tiap sastrawan mengabstraksikan "halangan cinta" sampai ke taraf paling sublim. di antara mereka ada james joyce. melalui buku tebalnya yang baru-baru ini terjemahannya terbit di Indonesia, joyce menyimpulkan bahwa halangan cinta tidak berasal dari luar, tetapi berakar dari dalam diri si pencinta itu sendiri. halangan cinta hadir dalam dua rupa, pertama, pride, dan kedua, prejudice.

saya kurang setuju bila pride diterjemahkan sebagai sombong atau congkak. lebih kena bila pride dipersamakan dengan "muruwah" arab badui pra-islam. bisa pula diterjemahkan sebagai "istikbar", sikap mental yang khusus dimiliki oleh "kafir". jadi, tidak diragukan lagi bahwa pride adalah penghalang cinta yang tumbuh di hati si pencinta. celakanya, entah karena malu atau ragu, ia sering tidak mengakui penyakit kronisnya tersebut. maka sebagai konsekuensi malu dan ragunya itu, habislah ia terjerembab dalam lara cinta yang berkepanjangan dan terkurung dalam dunia angan-angan yang tak putus-putus. jadilah ia punguk yang dikutuk untuk selalu hanya mampu merindukan bulan, tanpa bisa berkencan mesra dengannya. kacian. setelah penderitaan akibat cinta tak kesampaiannya memuncak, lalu ia mencoba mencari kambing hitam sebagai obat penenang batin. maka ia menyalahkan adat, agama, komposisi sosial, dan seterusnya.

saya kurang sepakat juga bila orang menyamakan prejudice dengan prasangka. tampaknya lebih tepat jika prejudice kita maknai sebagai ideologi atau idola. ideologi yang saya maksud di sini adalah ideologi tertutup karena mana si pencinta tidak dapat menalar secara arif dan mengambil sikap secara objektif. standar-standar ideologis yang tertanam di kepalanya membelenggunya untuk menjadi lugu dan gila, dua senjata yang dibutuhkan dalam menggapai dan menjaga cinta. sedangkan idola merupakan pemekaran dari idol (berhala). namun dalam hal ini, saya memahami idola sebagai idola francis bacon. sama seperti ideologi, idola menghalangi si pencinta berpikir objektif, bersih dari pengaruh-pengaruh eksternal. dan prejudice sebenarnya, sekali lagi, tidak mengepung si pencinta dari luar dirinya, namun ia adalah virus yang dengan kecepatan tinggi menyebar dari hati ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah.

dengan mengetahui pride and prejudice sebagai penghalang manifestasi cinta, apa si pencinta sudah bisa bahagia dan sembuh dari derita-ruangnya? entah. yang jelas, itu ruh harus terlebih dahulu menyatu dengan itu tubuh.


1 komentar:

  1. cinta..... cinta...... cinta...... kata2 yg tak pernah habisnya....

    nikah la lagi do... hehehhe

    BalasHapus

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam