08/10/11

pamit


“Malam sudah larut. Saya permisi pulang. Saya minta maaf kalau selama ini saya ada salah sama Anda. Saya tidak akan melupakan Anda, istri Anda, dan anak-anak Anda. Sampai jumpa!” Seingatnya, itu kata-kata terakhir yang diucapkan oleh sahabatnya yang sudah dia anggap sebagai saudara sendiri. Ucapan sahabatnya itu aneh betul, laksana ungkapan perpisahan terkahir kali, seolah-olah mereka tidak akan bertemu lagi, selamanya. Benar saja! Besok paginya, handphone-nya berdering. Dia menerima kabar duka, sahabatnya itu baru saja meninggal dunia.

Anda pasti pernah mengalami hal seperti itu. Hari ini sahabat, saudara, atau orang terdekat Anda lainnya tiba-tiba berkelakuan tak lazim, mengucapkan kata-kata perpisahan yang puitik, mengutarakan permintaan ini-itu persis perangai ibu hamil ketika ngidam. Dia bahkan menjelma bagai cenayang: bisa melihat menembus waktu dan ruang, dapat meramal peristiwa apa yang bakal terjadi, mampu membaca pikiran Anda. Dia seakan sedang memberi tahu Anda bahwa jatah umurnya tinggal sejengkal menuju kuburan. Esoknya, atau esok lusanya, Anda dapat berita, dia telah meninggal.

Ada masanya tatkala kematian tidak lagi menjadi misteri. Rahasia waktu tersingkap. Segala kenangan baik dan buruk datang kembali menghampiri, untuk sepintas menegur-sapa, untuk mengingatkan salah dan khilaf, atau untuk mengajarkan bahwa ada yang harus segera diubah, sebelum terlambat, karena ajal tidak mungkin ditunda dan waktu mustahil diputarbalik. Rekaman perjalanan kehidupan kembali ditayangkan. Siapa tak tahan, hati akan semakin terluka, dada terasa sesak dan panas membara, dan keluarlah sumpah serapah dari mulut yang busuk. Siapa ikhlas menerima keadaan, sehitam dan sehina apa pun hidup yang telah dirajut, rintik-rintik air hayat akan jatuh di hatinya, mawar putih yang begitu wangi akan mengembang di jiwanya, wajahnya akan bersinar cerah berseri-seri, dan keningnya pasrah menyentuh tanah dengan rasa sukur yang paripurna.

Setelah misteri waktu terbuka, dia akan menghadapi persimpangan yang menentukan. Dia diberi kesempatan memilih dua opsi: belok kanan, yakni mensyukuri apa yang sudah, sedang, dan akan terjadi, atau belok kiri, yakni bersikap kufur, menolak realitas, menyangkal keberadaannya sendiri yang saat itu sedang akan tiada. Tidak ada pilihan ketiga atau pilihan antara. Hanya ada dua pilihan, percaya atau tidak percaya. Dia masih diberi kesempatan, sebelum titimangsanya tiba. Oleh karena itu, ada dongeng tentang penjahat yang tobat dan mati secara terhormat, ada pula kisah tentang pendeta yang mati terhina beberapa saat sesudah dia berzina.

Kemudian, dia akan permisi pulang ke rumah dan mengucapkan selamat tinggal. Dia akan segera berhenti membaca dan menulis, menutup buku catatan harian, mengakhiri tugas kehidupan, dan istirahat untuk waktu yang panjangnya tak terukur, berbaring di ruang tunggu menanti hari kebangkitan. Good bye ....

Jambi, 8 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam