VI.
Cara (Metode) Pendidikan dan Pengajaran
oleh: S. Mangunsarkoro
Soal cara (metode) pendidikan, tidak boleh
kita anggap mudah, karene bergantung pada metode itulah apa anak nanti bisa
mempunyai sifat kreatif atau tidak, bergantung pada metode itu pula nanti anak
di kemudiannya suka pada penyeledikan ilmiah atau tidak, bergantung kepada
metode itu pula apakah jiwa anak kemudian “mati” sebagai mesin ataukah hidup
mampu mencari jalan baru tiap-tiap waktu dalam hidupnya.
Paham metode yang kolot yang kini diartikan
sebagai cara memasukkan pengetahuan sebaik-baiknya dengan bersandar huku
asosiasi dan apersepsi, karena kurangnya memperhatikan hidup kebulatan jiwa
anak, ternyata mematikan jiwa anak dan membikin anak pasif. Hal itu tidak
mengherankan, karena metode itu memang bersumber pada paham “ilmu jiwa tiada
jiwa” (zielkunde zonder ziel) yang
sudah kolot itu. Maka sudah sepantasnyalah bahwa kita mendasarkan metode kita
pada aliran-aliran ilmu jiwa modern, yang memandang jiwa sebagai satu bulatan (individual dan gestalt-psychologie). Dengan pandangan itu maka metode pendidikan
tidak kita pandang lagi, sebagai jalan memasukkan pengetahuan dalam angan-angan
anak saja, melainkan juga jalan memimpin
kemajuan pribadi anak dalam fiil hidupnya.
Bagi Indonesia baru kita menghendaki warga
negara yang jangan lagi bersifat pasif dan statis serta tidak ada nafsu
menghasilkan barang-barang yang baru, tetapi warga negara yang bersifat aktif,
dinamis, dan kreatif. Jiwa yang dalam tumbuhnya tertekan oleh macam-macam hal
tentu akhirnya tidak bertumbuh menjadi puncak sifat-sifat aktif. Karena itu
maka haruslah metode pengajaran kita berdasar kemerdekaan anak untuk bertumbuh
dengan bebas dan sebaik-baiknya sesuai dengan dasar kecakapannya. Kemudian
dengan mengingati bahwa untuk pembentukan masyarakat kita harus mengingati
tercapainya satu masyarakat yang kolektivistis, maka haruslah pula dasar-dasar
kerja bersama itu masuk dalam perhatian. Maka baiklah rasanya jika metode itu
memasukkan sifat-sifat dan dasar kerja bersama antara anak-anak dan selanjutnya
diusahakan pula supaya hubungan sekolah dan masyarakat serapat-rapatnya.
Terutama sekolah-sekolah yang berdasar perekonomian dan perusahaan hendaknya
dalam organisasinya berupa “werkgemeenschappen” dan dihubungkan dengan
badan-badan ekonomi dan perusahaan yang ada, sebagai yang telah kita uraikan di
atas.
Mengingati itu semuanya maka metode werkschool itulah yang sebaiknya:
metode werkschool yang bersifat
psikologis-didaktis untuk sekolah-sekolah yang bersifat umum, dan metode werkschool yang politis-ekonomis
untuk sekolah-sekolah teknik dan perusahaan. Dengan jalan demikian itu
mudah-mudahan dapatlah kita mewujudkan suatu sistem perguruan yang memenuhi
kepentingan bangsa kita yang sebenarnya.
NB:
artikel ini diambil dari Dasar Sosiologi dan Kebudayan untuk Pendidikan
Indonesia Merdeka, hal. 28-29. Buku ini ditulis oleh S. Mangunsarkoro pada
1950.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam