02/12/11

teori

I

ada satu cerita bagus. cerita ini berkembang dalam tradisi Zen jepang. seorang filusuf dari barat ingin belajar zen kepada seorang guru kondang. dia datang ke jepang, mengunjungi rumah sang guru. guru menjamunya dengan hormat dan khidmat. dia turun tangan sendiri menuangkan teh ke cangkir sang tamu. filusuf ini jelas merasa sangat tersanjung. tetapi si filusuf segera terkejut dengan apa yang diperbuat sang guru, dan berkata:

"Guru, cangkirnya sudah penuh. airnya tumpah meleber. berhentilah menuang. kenapa kau masih juga menuang?"

"Maka," jawab sang guru "kosongkan dulu dirimu sebelum kau belajar zen."

II

cerita seperti di atas selalu multitafsir. orang yang berbeda akan menafsirkannya secara berbeda, tergantung dari seberapa jauh perjalanan rohani dan jasmaninya. saya pun mencoba menafsirkan cerita di atas. sang guru sebenarnya sedang berbicara mengenai prasangka. dalam dunia ilmiah, prasangka ini kita sebut sebagai defenisi, konsep, teori, tesis, dan lain sebagainya. prasangka minimal memiliki dua fungsi. pertama, sebagai tabir yang membatasi atau menutup pandangan kita. kedua, sebagai landasan pengetahuan. pengetahuan tak akan ada tanpa prasangka. pengetahuan yang membaku-membeku adalah dogma. dogma juga sebuah prasangka.

mengosongkan diri adalah menunda dan mengesampingkan prasangka. kita berdiam diri, masuk dalam jagad hening. kata-kata yang selama ini menghuni tempurung kepala, kita keluarkan. kita melepaskan diri dari ikatan dunia. kita lalu melihat diri kita sendiri, dunia sekitar kita, dan objek-objek lainnya dengan cara yang sama sekali baru, dari sudut pandang yang betul-betul berbeda. inilah momen suwung, ketika detik-detik menjadi abadi, dan ketika kita berusaha mengendalikan perasaan-perasaan buas. islam menamakan ritual ini sebagai puasa. hindu menamakan upacara ini sebagai nyepi. sementara para pejabat nasional menamakannya dengan "mengheningkan cipta".

tidak sulit menerangkan masalah "mengosongkan diri". tetapi bila kita mulai mengamalkannya, kita akan menjumpai berbagai kesulitan. mengosongkan diri adalah mengelola ego. dan ini bukan perkara gampang bagi anak muda, juga bagi orang sepuh. ada orang yang pada masa mudanya telah cukup berhasil mengelola ego, namun ketika dia memasuki usia senja, justru keangkuhan dirinya melonjak-lonjak. sebaliknya, banyak preman yang tobat. saat tua, dia menjadi kyai yang begitu rendah hati. orang yang dapat dengan lancar menjelaskan tema "mengosongkan diri" belum tentu bisa mengosongkan diri. kadang, para penduduk kampung, yang lugu dan sederhana, sudah selalu mengosongkan diri tanpa pernah mempelajari teorinya. teori adalah prasangka, termasuk teori mengosongkan diri. untuk mengosongkan diri, kita perlu mencampakkan segala pengetahuan yang telah direngkuh, dan melepas-ikhlaskan segala teori yang telah kita pelajari. sekali lagi, laku ini tidak gampang. juga tidak payah, sebetulnya.

III

tetapi, kenapa kita harus membahas "mengosongkan diri"?

yogyakarta, 3 desember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam