04/03/11

artivisi


padang tengah malam

kuras saja semua unguku, hai pemeras tuba dan tebu. lebih baik aku melagu lupa nada. toh, dengan hanya mendengar gitar yang manyar atau kompang yang elang, aku bisa berdansa di padang tengah malam ini. padang tengah malam?


hutan larangan

dari soliville sampai baskerville, bolak-balik aku mendengus-dengus be(r)kas seperti anjing buru-buru memburu cemburu. liur leler. tetapi kawat kelewat karet: melentur-mengencang, mengendur-menegang. di ujung sana, lubang beranak lubang bercucu lubang bercicit lubang: berkubang di perkabungan.

“juli, kendati kita tidur seranjang, mungkin aku tak akan pernah menyentuhmu. tapi kabari aku: puisi-puisi ini harus kukirim ke mana; kenapa hutan-hutan itu berbicara apa karena siapa?”


perawan kecil

lahir dari rahim teka-teki, pembeli pagi akan tetap terkutuk mencari-cari daki dan kaki dan baki dan

perawan kecil penjaja korek api sedang bimbang: adakah handamnya akan memberi udara dan darah dalam sandi-war(t)a dara-dara? dinding yang ia sandari bersaput lumut, lapuk karena luput. kota tempat ia bermain ingkling dan beling, barbie dan pengantin, telah teng-gelam lagi, kali ini barangkali tak akan kembali. pudar. lama-lama putih di pusaran.

“maria, berapa harga sebatang korek api?”
sorry, tidak jadi. terima kasih. aku mau terus membuta saja.


gunung suwung

namun dalam lorong kosong ada isi yang penuh nun utuh. namun dalam pantai sepi ada ramai yang damai. namun dalam gunung suwung ada cinta yang tertawa sepoi-sepoi. namun dalam kulitmu yang terkelupas dan hidungmu yang lepas, ada tubuh ayu merayuku mendayu-dayu. Namun



jogja, februari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam