setetes gadis
—baju birunya luntur
kerudung merahnya usang
rok panjangnya keriput—
terdampar pada lantai porselin
rata tapi licin
meja-meja berbaris rapi
mirip garis lurus.
Kursi-kursi ceriwis dan separuh sinting
seperti bayanganku yang berkelok dan goroh
suka roboh
ia menghampiri jazz
yang sumbang dan sember
menyapa melodi arloji perak
yang soak dan berkarat
tak lagi lumer
ia hilang
mungkin pulang
atau memesan sebotol parfum jeruk nipis
atau bercubitan dengan lelakinya
tawa dan tanya bersisusul
tergesa, terengah
entah siapa jengah
pada garis finis, piala, medali
dan karangan bunga segar
dari para pengunjung
bukan gadis itu. bukan aku.
Jogja, 3-4 maret 2011
—baju birunya luntur
kerudung merahnya usang
rok panjangnya keriput—
terdampar pada lantai porselin
rata tapi licin
meja-meja berbaris rapi
mirip garis lurus.
Kursi-kursi ceriwis dan separuh sinting
seperti bayanganku yang berkelok dan goroh
suka roboh
ia menghampiri jazz
yang sumbang dan sember
menyapa melodi arloji perak
yang soak dan berkarat
tak lagi lumer
ia hilang
mungkin pulang
atau memesan sebotol parfum jeruk nipis
atau bercubitan dengan lelakinya
tawa dan tanya bersisusul
tergesa, terengah
entah siapa jengah
pada garis finis, piala, medali
dan karangan bunga segar
dari para pengunjung
bukan gadis itu. bukan aku.
Jogja, 3-4 maret 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam