Rahasia
Pendidikan Jepang dan Switzerland
Oleh:
Mochtar Lubis
Beberapa waktu yang lalu, mingguan Elsevier
yang diterbitkan di Negeri Belanda mengungkapkan “rahasia” sistem pendidikan di
Jepang dan Switzerland. Terutama pendidikan di bidang teknologi, anak didik
sedini mungkin telah disuruh melakukan praktek, di samping belajar teori.
Setelah menamatkan sekolah rendah, maka murid-murid yang berminat selama tiga
tahun (di Switzerland) dapat meneruskan pendidikan mereka ke “kelas-jembatan”.
Yang lain dapat memasuki sekolah lanjutan dan masuk universitas. Yang memilih
pendidikan teknologi meneruskan pendidikan mereka ke sekolah praktek; separuh
dari jam belajar untuk berpraktek di kantor atau dipabrik, dan waktu belajar
yang separuh lagi adalah di bangku sekolah.
Setelah mereka menyelesaikan pendidikan
praktek, maka siapa yang berminat dapat meneruskan pendidikan mereka ke sekolah
tinggi atau universitas. Di sana mereka dapat menyelesaikan pendidikan mereka
hingga menjadi seorang insinyur. Mereka yang mendapat gelar insinyur setelah
melalui sekolah berpraktek dinilai jauh lebih tinggi dari mereka yang jadi
insinyur tanpa berpraktek terlebih dahulu.
Dengan beberapa variasi, maka orang Jepang
juga menerapkan sistem pendidikan teknologi yang serupa.
Baik Switzerland dan Jepang terkenal dengan
mutu hasil industri mereka yang tinggi kadar presisi dan mutunya.
Di Indonesia, istilah “siap-pakai”
dicemoohkan, seakan lulusan universitas hendak dicetak sebagai mesin saja.
Sebaliknya orang Jepang dan Switzerland
ternyata dengan sengaja dan sistematis melakukan pendidikan yang membuat anak
didik, setelah selesai pendidikannya, juga mereka yang meneruskan hingga ke
tingkat universitas, benar-benar langsung dapat menerapkan ilmu yang telah
berbentuk teori yang belum pernah atau amat sedikit mereka praktekkan, tetapi
sejak dini telah mereka lakukan dan kuasai.
Pengamat pendidikan di dua negeri ini
mengatakan, bahwa inilah rahasia mengapa penguasaan teknologi begitu mantap
dapat dikuasai oleh orang Switzerland dan Jepang di berbagai bidang
perindustrian.
Konsep seperti ini tidak hanya dapat
dilakukan untuk bidang industri saja, tetapi juga di berbagai bidang lain,
seperti pertanian, kehutanan, perikanan darat dan laut, dan sebagainya.
Penyatuan antara praktek dan ilmu sejak dini yang memberikan mutu tambahan yang
berarti.
Di negeri kita umpamanya kita lihat banyak
lulusan Institut Pertanian Bogor yang setelah berhasil meraih gelar sarjana
pertanian, malahan meninggalkan bidangnya, dan lalu menjadi wartawan, atau
pekerjaan dalam birokrasi di luar bidangnya. Banyak yang menyandang gelar
insinyur atau doktor bekerja di luar bidang keilmuannya, jadi birokrat atau
pengusaha.
Baik juga hal ini mendapat perhatian para
ahli pendidikan di Indonesia.
Majalah
Horizon, No. 6, Th. XXVI, 1992, hal. 183
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam