05/01/12

pendidikan 17


Rahasia Pendidikan Jepang dan Switzerland

Oleh: Mochtar Lubis

Beberapa waktu yang lalu, mingguan Elsevier yang diterbitkan di Negeri Belanda mengungkapkan “rahasia” sistem pendidikan di Jepang dan Switzerland. Terutama pendidikan di bidang teknologi, anak didik sedini mungkin telah disuruh melakukan praktek, di samping belajar teori. Setelah menamatkan sekolah rendah, maka murid-murid yang berminat selama tiga tahun (di Switzerland) dapat meneruskan pendidikan mereka ke “kelas-jembatan”. Yang lain dapat memasuki sekolah lanjutan dan masuk universitas. Yang memilih pendidikan teknologi meneruskan pendidikan mereka ke sekolah praktek; separuh dari jam belajar untuk berpraktek di kantor atau dipabrik, dan waktu belajar yang separuh lagi adalah di bangku sekolah.

Setelah mereka menyelesaikan pendidikan praktek, maka siapa yang berminat dapat meneruskan pendidikan mereka ke sekolah tinggi atau universitas. Di sana mereka dapat menyelesaikan pendidikan mereka hingga menjadi seorang insinyur. Mereka yang mendapat gelar insinyur setelah melalui sekolah berpraktek dinilai jauh lebih tinggi dari mereka yang jadi insinyur tanpa berpraktek terlebih dahulu.

Dengan beberapa variasi, maka orang Jepang juga menerapkan sistem pendidikan teknologi yang serupa.

Baik Switzerland dan Jepang terkenal dengan mutu hasil industri mereka yang tinggi kadar presisi dan mutunya.

Di Indonesia, istilah “siap-pakai” dicemoohkan, seakan lulusan universitas hendak dicetak sebagai mesin saja.

Sebaliknya orang Jepang dan Switzerland ternyata dengan sengaja dan sistematis melakukan pendidikan yang membuat anak didik, setelah selesai pendidikannya, juga mereka yang meneruskan hingga ke tingkat universitas, benar-benar langsung dapat menerapkan ilmu yang telah berbentuk teori yang belum pernah atau amat sedikit mereka praktekkan, tetapi sejak dini telah mereka lakukan dan kuasai.

Pengamat pendidikan di dua negeri ini mengatakan, bahwa inilah rahasia mengapa penguasaan teknologi begitu mantap dapat dikuasai oleh orang Switzerland dan Jepang di berbagai bidang perindustrian.

Konsep seperti ini tidak hanya dapat dilakukan untuk bidang industri saja, tetapi juga di berbagai bidang lain, seperti pertanian, kehutanan, perikanan darat dan laut, dan sebagainya. Penyatuan antara praktek dan ilmu sejak dini yang memberikan mutu tambahan yang berarti.

Di negeri kita umpamanya kita lihat banyak lulusan Institut Pertanian Bogor yang setelah berhasil meraih gelar sarjana pertanian, malahan meninggalkan bidangnya, dan lalu menjadi wartawan, atau pekerjaan dalam birokrasi di luar bidangnya. Banyak yang menyandang gelar insinyur atau doktor bekerja di luar bidang keilmuannya, jadi birokrat atau pengusaha.

Baik juga hal ini mendapat perhatian para ahli pendidikan di Indonesia.

Majalah Horizon, No. 6, Th. XXVI, 1992, hal. 183

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam