10/07/12

kualitas


Aplikasi total quality management (TQM) dalam manajemen pendidikan saat ini untuk mencapai standar ISO tertentu, ujung-ujungnya hanya menurunkan kualitas pendidikan, kualitas keilmuan, dan kualitas kemanusiaan. Yang dikejar oleh TQM adalah akreditasi, sertifikasi, dan citra; serba angka dan status. TQM merupakan solusi yang kontraproduktif, dan mirisnya, sedikit sekali praktisi pendidikan yang sadar benar akan hal ini. Lebih jauh, kontraproduktivitas ini adalah dampak dari pemakaian pendekatan pedagogis yang tak berimbang: pendekatan manajemen-ekonomi lebih diunggulkan daripada pendekatan psikologis.

Pada skala mikro, yaitu pada prosesi belajar-mengajar di ruang kelas, kontraproduktivitas serupa pun terjadi, sebagai konsekuensi langsung dari TQM. Orientasi belajar hanya pada angka—tercantum pada lembar nilai ekseminasi dan sertifikat kelulusan—yang semakin mentradisi di sekolah-sekolah dan kampus-kampus kita, malah mendorong pengajar untuk menurunkan standar kualitas karena alasan subjektif (emosional) ataupun objektif (kekeluargaan; kolektivitas; komunalitas), di samping secara ironis menghancurkan komunalitas itu sendiri yang merupakan ciri khas kultur kita sekaligus identitas kita.

Karena sebuah kultur merupakan sistem organis, maka hancurnya komunalitas akan menyebabkan hilangnya identitas dan pecahnya pandangan dunia yang sebelumnya padu-utuh. Tidak kebetulan apabila anak-anak muda kita sekarang mudah digiring untuk mengikuti trend-trend sesaat yang disuplai dari kebudayaan asing melalui medium teknologi informasi-komunikasi, kemudian tergesa-gesa meninggalkannya, melupakannya, dan menggantinya dengan mengenakan trend-trend baru yang diterima dari kebudayan asing lainnya. Bisa dipastikan, anak-anak muda itu sedang kesulitan menjawab pertanyaan-pertanyaan eksistensial seperti “siapa aku” dan sebagainya. Ketika memandang ke dalam diri sendiri dan memeriksa kebudayan sendiri untuk mencari jawabannya, mereka mendapati, unsur-unsur fundamental tertentu dalam diri mereka dan dalam kebudayaan mereka telah hancur-hilang. Satu-satunya jalan keluar adalah menyerahkan diri terseret arus trend kebudayaan yang tak pasti arah-tujunya; terus-menerus menjadi petualang kebudayaan yang cemas, gamang, bingung, rapuh.

Sebelum menawarkan solusi dari rangkaian permasalahan tersebut, misalnya berupa aplikasi pendekatan pedagogis yang manusiawi (imbangan antara etika pengajaran, psikologi, dan manajemen), perlu dilakukan observasi faktual yang luas dan mendalam. Sebab, tentu saja terdapat banyak faktor yang mempengaruhi turunnya kualitas pendidikan kita saat ini, tidak disebabkan faktor budaya populer semata-mata: pengutamaan angka dan citra. Barangkali, faktor ekonomi, sosial, dan politik pun berperan tidak kecil. Dengan mengamati semua faktor tersebut, dan mendaftar apa saja akibat potensial dari penurunan kualitas pendidikan saat ini, diharapkan kita akan bisa menawarkan solusi yang lebih tepat, efektif, dan mempunyai kemungkinan terapan yang tinggi, walaupun belum tentu akan dapat menyelesaikan permasalahan secara menyeluruh.

    Apapun solusi yang akan diformulasikan, ia bukan merupakan sepaket solusi yang lengkap dan siap jalan, seperti solusi yang diajukan oleh gerakan pendidikan radikal-revolusioner marxian atau gerekan pendidikan radikal-fundamental salafiyah. Ia hanya solusi sementara dan parsial yang dengan sendirinya menuntut untuk selalu disempurnakan.

yogyakarta, juni-juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam