01/10/10

Kasih-Sayangku Mogok

Ia terperangkap perkara gawat. Mantan kekasihnya, pagi tadi memintanya balikan. Dengan sangat spontan dan tanpa berpikir masak, ia sambut harapan mantan kekasihnya itu. Namun seminggu lalu, ia panah seorang gadis. Dan gadis tersebut akan menjawab panah cintanya siang ini.

Apa yang akan diperbuatnya? Poligami, atau menampik gadis yang seminggu lalu dipanahnya? Lalu ia membatin, keduanya tak sehat. Pada prinsipnya ia enggan menyakiti perasaan kedua gadis itu. Dan sebenarnya ia masih sangat sayang pada mantan kekasihnya, dan ingin mematri buhul hati yang serius dengannya.

Dalam keadaan begitu, memang amat payah mengaplikasikan paradigma kasih-sayang antarsesama. Terdapat hanya dua jalan, dan keduanya berpotensi mengurangi nilai kasih-sayang. Jika berpoligami, dan ia merahasiakan hal ini pada kedua gadis itu, artinya ia telah menyakiti hati mereka. Walhasil, apa yang ia lakoni bukan percintaan, tapi pengdinaan; bukan kasih sayang, tapi kasih sakit. Bila pun ia pilih mantan kekasihnya, sembari mengenyahkan gadis barunya, tentu hati gadis itu akan tersilet. Ini juga bukan jalan kasih-sayang, sebab kasih-sayang sejati tak pernah meminta tumbal seorang pun.

Memang demikian. Paradigma kasih sayang adalah nilai yang enteng dipikirkan dan dibibirkan, tetapi angel betul mengaplikasikannya. Karena terlalu angel mengaplikasikannya, al-qur’an sampai memakai konstruksi linguistik khusus untuk mengingatkan manusia agar dengan tabah dan sabar merawat paradigma kasih-sayang dalam jiwa-raganya.

Pertama, dengan menempatkan al-fatihah di posisi pangkal. Kedua, dengan memasukkan sebuah surat berjudul “Ar-rohman” (kasih-sayang). Dan ketiga, dengan mencantumkan “bismillahirrohmanirrohim” (dengan menyebut nama tuhan yang maha ‘pengasih’ maha ‘penyayang’) pada tiap pembukaan surat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam