01/10/10

Visi Holistik Pergerakan

Seperti orang bernafas, ia tidak akan pernah berhenti, kecuali sampai datang kematiannya. Atau seperti sifat kepinginan manusia yang tak habis-habisnya, satu keinginan besar diraih, timbul lagi keinginan baru yang lebih besar, begitu seterusnya. Atau kita pahami saja hukum kontradiksi yang abadi itu: putih berpasangan dengan hitam, baik dengan buruk, benar dengan salah. Antara satu dan lainnya saling mengandaikan. yang satu hanya eksis karena eksistensi alterasinya.

Pergerakan atau perjuangan (jihad) seperti orang bernafas. Perjuangan bahkan mesti terus dilanjutkan meski tanah telah memamah kita. Dengan meresapi insight ini, sedikit banyak kita bisa lebih mawas terhadap situasi—tetapi tidak dengan mudah memaafkan dan mengacuhkan situasi itu.

Perjuangan tidak akan habis dan berakhir dengan hanya menghelatkan revolusi. Sebaliknya, revolusi merupakan awal dari sebuah akhir. Yang lebih penting adalah apa yang dilakukan setelah revolusi tersebut. Fase ini ialah fase yang lebih berat daripada fase menuju revolusi politik.

Proklamasi Agustus bukan sebuah klimaks atau akhir. Ia adalah awal. Yang terpenting adalah bagaimana mengisi prokalamasi dan membangun nation-state yang baru berdiri. Reformasi tidak merupakan akhir dari gerakan demokratisasi. Ia adalah awal. Yang paling utama adalah bagaimana menyelenggarakan dan merealisir demokrasi paska-reformasi. Perang Badar hanya awal. Ada peperangan dan perjuangan lain yang lebih penting dan lebih dahsyat setelahnya: a self-revolution, spiritual revolution, piece-meal transformation. Fathul Makkah adalah awal. Yang terpenting, dan sekaligus terpelik, adalah bagaimana menjaga agar esensi Islam tetap hidup setalah Fathul Makkah.

Paling tidak, menginsyafi insight ini akan menjadikan kita lebih tegar dan tidak mudah patah. Revolusi besar, seperti misalnya yang diimpi-impikan Pramoedya Ananta Toer, kita akui sebagai sebuah solusi jitu dan cukup tepat, namun belum benar-benar mampu mengatasi segala problem yang ada, dan problem yang akan ada (bukankah kebaikan selalu akan berbanding lurus dengan keburukan, dan siang memendam kerinduan abadi terhadap malam?) Oleh karenanya, segala bentuk perjuangan dan pergerakan kita, tidak mungkin disederhanakan dan dibatasi hanya untuk mencapai revolusi besar. Revolusi besar cuma satu momen di antara deretan momen-momen perubahan lainnya, baik besar, sedang, ataupun kecil, baik tersiar, samar, ataupun rahasia.

Dalam rangkaian gerbong kehidupan, semua momen tersebut memiliki andil dan fungsinya sendiri-sendiri. Tidak ada yang lebih dominan satu dari yang lain. Tidak bisa disebut bahwa revolusi besar kedudukannya lebih tinggi dan lebih utama ketimbang revolusi diri. Keduanya sama-sama penting, hanya kadar pentingnya berbeda-beda. Revolusi besar dan revolusi diri laksana matahari dan bulan yang saling membutuhkan. Dengan caranya masing-masing keduanya mengkeliri lazuardi sosial sehingga menjadi lebih indah.

Adalah pengikisan makna hidup bila menyandarkan perjalanan, langkah gerak, dan derap juang hanya pada revolusi besar. Pandangan mata kita akan menjadi terbingkai dan terbatas. Kita seperti memandang halaman dari satu jendela saja, padahal masih banyak jendela-jendela lainnya, yang tidak cuma penting bagi kita, tapi juga sangat kita butuhkan. Merupakan pengikisan makna hidup juga bila menyandarkan perjalanan hidup pada revolusi diri belaka.

Hal ini membuat kita sadar: kita perlu mencari sandaran hidup yang lebih tinggi, dalam, dan komplit, karena panggilan untuk mengisi makna hidup atau panggilan membuat kehidupan lebih bermakna selalu memburu kuping hati kita. Lalu, di mana kita dapati sandaran seperti itu? Sangkan paraning dumadi, inna lillahi wa inna ilaihi roji’un; sekuat apapun kita mengaku ateis, sekencang apapun kita memusuhi dan menyepelakan tuhan, sandaran hidup yang sangat-sangat kokoh itu terdapat dalam agama saja. Dengan agama, kekosongan jiwa dan ketidakberartian hidup mendapatkan obat kesembuhannya. Namun agama di sini adalah agama sejati, bukan agama yang kita fungsikan sebagai kuda-kudaan, mobil-mobilan, pelarian, atau penyuplai mimpi-mimpi dan penggambuh daduh.

Dalam agama, kita akan menemukan bahwa revolusi besar dan revolusi diri serta revolusi permanen yang kontingen sampai nafas lepas, bahkan setelah mati menggamit, adalah kesatuan utuh yang saling mengisi dan tak lekas tuntas, tak kunjung ketemu ujung, dan selalu akan berjibaku, selalu akan mendefinisikan diri tiada rampungnya dalam proses panjang kehidupan bumi.

Inilah yang membuat institusi pernikahan menjadi suatu yang alamiah. Berereksi dan beranak-pinak merupakan bagian dari pergerakan, merupakan remah jihad mencapai sangkan paraning dumadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

mohon hanya memberi komentar berupa kritik yang membangun. dimohon pula untuk memberi komentar yang tidak melecehkan nama baik pihak tertentu. salam